Fajar Timur terkejut ketika menemui Gani di Rumah Tahanan. Pipi sebelah kiri temannya itu bengkak kebiruan hingga menekan bagian bawah matanya. Sementara itu, kelopak mata atasnya turun. Mata kiri Gani jadi sipit. Sudut bibir kanannya tampak tertarik ke bawah, mirip bibir Rocky Balboa yang baru terkena pukulan keras Ivan Drago dalam film "Rocky IV". Di beberapa bagian wajahnya tampak bekas darah yang telah mengering. Gani tampak rapuh. Ia kelihatan tidak memiliki semangat hidup lagi. Ia membiarkan kumis dan jenggotnya tumbuh memanjang tidak beraturan. Rambutnya pun panjang dan tampak lengket, sepertinya sudah lama tidak dikeramas. Tubuhnya mulai tampak kurus.
"Kenapa kamu?" tanya Fajar.
"Berkelahi." Gani menjawab dengan suara lemah, nyaris tidak terdengar.
Fajar menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mestinya kamu bersikap baik di sini."
Gani menyeringai. "Untuk apa? Aku sudah mati ...."
Fajar menghela nafas. "Lantas, buat apa aku di sini? Buat apa kamu membayarku?"
Gani tersenyum pahit. "Aku diperas terus."
Fajar akhirnya bisa memaklumi. Di penjara—di Rumah Tahanan atau Lembaga Pemasyarakatan—tertentu, uang bisa menjadi dilema. Tahanan yang punya uang bisa menempati kamar yang lebih luas atau nyaman; tahanan yang tidak punya uang sering harus menempati kamar yang sempit atau over kapasitas. Tapi, tahanan yang punya uang bisa juga diperas oleh tahanan lain yang lebih senior dan berkuasa. Konsep homo homini lupus, 'manusia adalah serigala bagi sesamanya', bisa berlaku di sini. Gani memiliki cukup banyak uang dan terbiasa dengan lingkungan nyaman, tapi rupanya ia juga tidak suka diperas. Seingat Fajar, ketika kuliah, Gani kadang terlibat perkelahian di kelab malam. Fajar tahu ini karena ia kerap menemani Gani bermain dugem di tempat semacam itu.
Pada awal masa penahanan, Gani ditempatkan di ruangan mapenaling atau 'ruangan masa pengenalan lingkungan'. Di sana ia harus berada dalam satu kamar dengan bermacam-macam narapidana. Di antara mereka adalah pecandu narkoba, pengedar narkoba, pemerkosa, begal, copet, perampok, pembunuh, bahkan seorang psikopat yang membunuh kedua orang tuanya karena tidak diberi uang untuk membeli iPhone. Ruangan ini jadi terasa sempit karena jumlah penghuninya over kapasitas, 'melampaui daya tampung'. Bahkan tidak sedikit narapidana harus tidur di sepanjang koridor. Kebanyakan penghuni rumah tahanan itu adalah mereka yang tersangkut kasus narkoba. Dan para pendatang baru pun kebanyakan demikian. Merekalah yang membuat penghuni rutan over kapasitas. Gani kerap melihat mereka mabuk narkoba atau bersandar pada jeruji sel sambil memandang kosong kerumunan tahanan di ruangan lain. Seorang narapidana memberi tahu Gani, bahwa para tahanan baru harus menjalani isolasi selama dua minggu sampai satu bulan. Setelah itu, mereka akan dimasukan ke blok yang berupa kamar-kamar. Gani berharap di sana kondisinya akan lebih baik.
Bagi Gani, hari-hari pertama berada di rumah tahanan merupakan masa transisi dari surga ke neraka. Di rumah sendiri, ia biasa tidur di atas kasur yang empuk, kadang dengan AC menyala. Di rumah tahanan ini, ia hanya bisa berbaring berdesakan dengan tahanan lain, dalam udara panas berbau keringat yang menyengat. Di rumah sendiri, ia bisa tidur nyenyak tanpa seorang pun yang berani mengganggu. Di kamar rutan ini, ia kadang terbangun dengan muka tertindih kaki seorang tahanan, atau mendadak terbangun karena sebuah tendangan seseorang tanpa sebab yang jelas. Gangguan pun tidak hanya berasal dari makhluk berupa manusia, tapi juga nyamuk dan kecoa. Malam-malam harus dilaluinya dengan beragam mimpi buruk yang kerap memacu jantungnya. Ia tidak mempercayai adanya hantu, tapi di sini beberapa kali ia bertemu Tarina dengan pakaian seksi dan wajah penuh darah—walaupun cuma sebuah mimpi.
Hari-hari pertama Gani di rumah tahanan merupakan serangkaian kenyataan buruk yang menyiksa lahir dan batin, suatu kondisi yang tidak pernah ia bayangkan seumur hidup dia sebelumnya. Ia menyaksikan semua narapidana yang baru datang mendapatkan perundungan yang keras. Di luar penjara, perundungan verbal saja bisa mengakibatkan seseorang bunuh diri. Di dalam penjara, perundungan verbal dan fisik merupakan kejadian sehari-hari. Suatu malam, ia mendengar seorang pria berusia sekitar dua puluh tahunan menjerit-jerit kesakitan. Rupanya pria itu dipaksa untuk menyodokkan kemaluannya pada sebuah lubang di dinding. Lubang itu sudah dilumuri balsam dan cabe rawit. Mulutnya kemudian disumpal dengan kain kotor bekas mengepel lantai agar dia tidak bisa menjerit-jerit. Perlakuan tidak manusiawi itu tidak hanya dialami pria itu, tapi juga dialami tiga pria lain yang ternyata temannya. Mereka berempat masuk rumah tahanan karena telah memperkosa seorang gadis kecil secara bergiliran. Gani mengetahui hal ini dari seorang penghuni rutan dan berita di televisi. Beberapa hari kemudian, salah seorang dari mereka ditemukan mati di dalam kamar mandi. Ia bunuh diri karena tidak kuat dengan situasi dan kondisi yang dia alami. Di rutan atau di penjara mana pun, pemerkosa, apalagi pemerkosa anak-anak, adalah makhluk kotor yang paling najis di muka bumi. Sebagian penghuni rutan memiliki keluarga dan anak perempuan yang amat mereka sayangi dan rindukan setiap waktu. Mereka pikir, pemerkosaan biadab semacam itu bisa menimpa perempuan mana saja, termasuk anak-anak mereka. Narapidana baru yang lain mendapat perundungan yang lebih ringan. Mereka disuruh tahanan lama untuk membersihkan kamar atau kakus yang penuh kotoran. Gani pernah dipaksa melakukan ini, dan ia pun muntah-muntah.
Pada suatu malam, setelah dipindahkan ke blok yang berupa kamar-kamar, Gani disuruh untuk menemui seseorang di sebuah kamar di bagian blok yang dinamai blok kriminal. Ketika memasuki kamar itu, ia mendapati beberapa pria berwajah garang dengan bagian tubuh atas telanjang dan penuh tato. Gani disuruh duduk di tengah mereka. Seorang pria bertubuh ramping berotot memperkenalkan diri dengan nama Ali Ramdan. Belakangan Gani mengetahui kalau pria itu adalah ketua para tahanan. Ia seorang residivis atau penjahat kambuhan yang sudah sering keluar masuk penjara. Kali ini, ia merupakan tersangka perampokan dan penganiayaan berat. Bersama kawan-kawannya, ia baru saja melakukan perampokan sebuah pegadaian. Satpam pegadaian itu harus dirawat di rumah sakit karena dipukulinya. Gani sempat keheranan, pria ini bertubuh biasa saja bahkan cenderung agak pendek, sementara anak buahnya rata-rata berbadan tinggi besar dan kekar. Konon pria ini beberapa kali mencukil kakinya dengan belati membara untuk mencabut peluru dari pistol polisi yang bersarang di kakinya. Dan ia melakukannya tanpa jeritan sedikit pun. Konon pula, ia pernah berkelahi melawan empat orang preman sekaligus. Keempat preman itu harus dirawat di rumah sakit. Sementara itu, tubuhnya tidak tergores sedikit pun.
"Siapa namamu dan dari mana kamu berasal?" tanya Ali Ramdan.
"Nama saya Gani dari Jakarta."
"Jakarta itu luas, Mas."