JEBAKAN MAYA

YUYUN BUDIAMAN
Chapter #18

KENANGAN MASA SILAM

Berulang kali pada tiap angkatan baru, beredar rumor di kalangan mahasiswa STIN, bahwa Profesor Alea Salina memiliki ingatan fotografis. Salah satu penyebabnya adalah Profesor Alea mampu menghapal nama semua mahasiswanya hanya dalam dua kali pertemuan tatap muka. Pada pertemuan pertama, ia akan mengabsen para mahasiswanya berdasarkan daftar nama yang ia terima dari staf Tata Usaha. Pada pertemuan kedua, ia akan berinteraksi dengan para mahasiswanya dan memanggil langsung nama-nama mereka tanpa tertukar. Anehnya, ia sering lupa dimana ia telah menyimpan kunci mobilnya sendiri. Pada suatu kejadian lain, ia lupa mengunci pintu ketika berada di dalam toilet yang berujung dengan keributan kecil dengan dosen lain.

Ibunyalah yang pertama kali menyadari kelebihan Alea. Suatu kali, ketika Alea berusia sepuluh tahun, ibunya menuliskan daftar belanjaan sebelum pergi ke mal. Alea membacanya penuh minat. Sampai di mal, ibunya kehilangan kertas daftar belanjaan itu. Dengan lancar Alea menyebutkan enam puluh dua nama barang yang tertulis di kertas itu. Ibunya terkejut. Terlebih lagi ketika pulang ke rumah, ibunya menemukan kertas daftar belanjaan itu di dapur. Urutan barang yang disebutkan Alea sama persis dengan urutan barang yang tertulis di kertas itu. Ibunya pun tercengang. Ketika Alea ditanya ibunya bagaimana ia bisa melakukannya, Alea menjawab sederhana: caranya dengan membayangkan benda dari tiap tulisan pada kertas itu. Ayah dan ibunya mencoba metode yang dijalankan Alea. Hasilnya mereka hanya mampu mengingat 21 nama barang. Ibunya lalu menyuruh Alea menghafalkan rute dari rumah mereka ke rumah salah satu teman ibunya. Pada perjalanan kunjungan pertama, Alea mengamati jalan-jalan yang dilaluinya. Pada perjalanan kunjungan kedua, Alea dengan lancar menyebutkan arah yang harus mereka lalui tiap kali menjelang suatu belokan, pertigaan, perempatan, dan bunderan. Atas dorongan kedua orang tuanya, Alea terus melatih kemampuan uniknya ini.

Kemampuan Alea ini benar-benar dimanfaatkan oleh orang tuanya untuk bekal masa depan Alea. Saat usia empat tahun, Alea sudah mulai belajar komputer. Pada usia sembilan tahun, ia mulai belajar coding—penulisan instruksi dalam bahasa pemrograman untuk komunikasi dengan komputer—menggunakan bahasa pemrograman Python. Dengan bimbingan ibunya, ia mempelajari coding antara lain melalui buku Python for Kids dari Jason R. Briggs. Pada usia tersebut, ia juga mulai mengikuti kursus bahasa asing secara intensif. Menjelang usia tiga belas tahun, Alea telah menguasai sepuluh program aplikasi komputer, mampu membuat beberapa game sederhana, dan lancar berkomunikasi dalam bahasa Inggris dan Jepang.

Waktu kuliah di ITB, Alea mempunyai pacar. Namanya Kenny Randa, mahasiswa Fakultas Kedokteran Unpad.

"Aku memiliki ingatan fotografis," ujar Alea pada pacarnya suatu malam. "Aku mampu mengingat detail dari apa yang aku lihat dan aku dengar, selama itu menarik minatku."

Kenny, pacarnya, tertawa.

"Sayang, ingatan fotografis itu tidak terbukti secara ilmiah. Kamu mungkin memiliki daya ingat tinggi, tapi itu bukan ingatan fotografis. Barry Gordon, profesor neurologi dan ilmu kognitif dari Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins mengatakan manusia tidak mungkin memiliki kemampuan seperti itu. Sementara, Larry Squire, seorang profesor psikiatri, ilmu saraf, dan psikologi dari University of California, San Diego, mengatakan jika ada orang dengan ingatan fotografis, orang itu akan mampu menyebutkan ulang seluruh isi buku tanpa membaca teksnya."

"Kamu lancar sekali menyebutkan nama-nama pakar dari luar negeri, bahkan bidang keahlian dan asal perguruan tingginya ...."

"Not bad. Daya ingatku tidak terlalu buruk."

"Itu karena kamu merasa bangga bisa mengutip pendapat mereka. Nama-nama pakar luar negeri bisa memberikan nilai tambah karya tulismu, menjadikannya tampak lebih berkualitas."

Muka Kenny memerah. "Bukan begitu maksudnya, sih."

"Aku pernah membaca artikel-artikel mereka di radiohealthjournal.org dan brainfacts.org. Gordon membuat definisi untuk konsep ingatan fotografis yang kemudian mengikat semua orang dan menutup semua kemungkinan fakta. Squire mungkin tidak tahu, banyak anak-anak pesantren yang hafal seluruh isi kitab suci Al-Qur'an. Tampaknya kita harus membuat konsep baru untuk menggambarkan kemampuanku ini, lalu kita menyusun definisinya."

"Misalnya?"

"Misalnya, mm ... photographic similar-memory—ingatan mirip fotografi."

"Bisa saja. Tapi, kita cuma mahasiswa yang belum tentu lulus. Siapa yang akan perduli dengan konsep dan definisi buatan kita?"

"Ooo, betapa berkuasanya para pakar pemegang otoritas keilmuan. Mereka bebas membuat konsep dan definisi, lalu semua orang harus berkiblat pada konsep dan definisi mereka."

"Tepatnya 'istilah' mungkin, bukan 'konsep'."

"Apa pun itu."

"Itulah fakta dunia keilmuan."

"Pahit dan menyebalkan. Padahal konsep brain plasticity atau 'plastisitas otak' bukan berarti sifat otak yang identik dengan kantong plastik atau kantong keresek. Bukan pula berarti sifat otak yang bisa dibentuk jadi bakpao ...."

"Sebenarnya, ada sih ingatan serupa ingatan fotografis."

"Apa?"

"Ingatan eidetik. Tapi itu terjadi pada anak-anak dan bisa hilang dengan sendirinya seiring dengan pertambahan usia."

"Jadi, kalau misalnya ingatan semacam itu ada yang berlangsung sampai dewasa, namanya bukan lagi ingatan eidetik?"

Lihat selengkapnya