JEBAKAN MAYA

YUYUN BUDIAMAN
Chapter #19

JEBAKAN MAYA


Berita tentang Gani yang mengamuk di Rumah Tahanan tersebar di berbagai media massa. Bahkan video Gani yang sedang histeris terunggah di media sosial Instagram dan Twitter atau X. Beberapa berita di televisi menyertakan video ini yang bersumber dari media sosial tersebut ataupun video pribadi yang dibuat seorang pengunjung Rutan.

Alea pertama kali menyaksikan video itu melalui televisi. Ia tengah membuat omelet ketika telinganya menangkap nama Gani. Ia berhenti mengocok adonan dan mulai menyimak berita yang menayangkan video Gani. Untuk kesekian kalinya ia merasa yakin, pria yang ada di video itu adalah anak laki-laki yang dulu pernah ditendangnya sampai pingsan. Beberapa bagian wajahnya memang berubah karena pertambahan usia. Tapi, beberapa bagian wajah yang lain, seperti alis, hidung, dan bibir bentuknya tidak berubah banyak. Sebagai anggota BIN, matanya terlatih untuk menangkap gerakan pupil mata, gerakan otot wajah, dan gestur Gani lainnya. Ia tidak menangkap kebohongan pada diri pria itu ketika ia berteriak-teriak mengatakan dirinya tidak bersalah. Kecuali kalau pria itu seorang psikopat dengan IQ di atas 200 dan terbiasa mengecoh mesin poligraf pendeteksi kebohongan.

Selesai menyaksikan tayangan berita itu, ia kembali pada pekerjaannya yang tertunda. Alea menaburkan garam dan kembali mengocok adonan. Kemudian dipanaskannya minyak di wajan anti lengket dengan api kecil. Secara berulang, ia memasukkan adonan telur ke wajan itu menggunakan sendok. Setiap kali adonan matang, ia meminggirkan adonan itu ke sisi wajan. Akhirnya proses membuat omelet selesai. Di atas sebuah piring oval, ia memotong-motong telur gulung itu beberapa bagian. Ia mengambil sepotong lalu mengunyahnya. Tiba-tiba lidahnya terjulur dan terjepit bibirnya. Ia lalu memuntahkan omelet itu ke tempat sampah. Rasa omelet itu asin luar biasa.

Alea terduduk lemas dengan perut lapar. Seekor kucing persia muncul dan menaikkan kaki depannya ke betis Alea. Alea menyodorkan piring berisi sisa omelet ke mulut kucingnya. Binatang berbulu lebat itu sebentar mengunyah sepotong omelet, kemudian memuntahkannya sebelum akhirnya meloncat ke sofa. Dengan wajah jengkel, Alea mengambil ponsel dan mulai berselancar untuk mencari makanan yang bisa dipesannya secara online. Sambil menunggu pesanan, ia mengambil roti tawar dari rak dapur. Ia mengolesi dua keping roti dengan selai kacang lalu mengunyahnya. Rasanya aneh. Agak keasaman. Sebagai anggota BIN yang terlatih, matanya menangkap huruf dan angka pada plastik kemasan. Roti itu telah kedaluwarsa tiga hari. Benar-benar pagi yang sial, keluhnya. Alea berkemas untuk pergi ke kampus STIN. Satu jam lagi ia harus memberikan kuliah. Sampai di kampus, ponselnya berbunyi. Alea mengangkatnya.

"Ya, halo."

"Dengan Ibu Alea?"

"Ya, betul."

"Pesanan Ibu, nasi, goreng ikan lele, tumis kangkung, dan...."

"Simpan saja di depan pagar!" seru Alea jengkel.

"Bukan begitu, Bu. Kebetulan persediaannya habis. Apakah ibu..."

Alea langsung menutup teleponnya.

Malam hari, pukul 18.10, Alea baru pulang dari kampus. Hari itu selain memberikan dua sesi perkuliahan kepada mahasiswa program sarjana, ia juga harus membimbing seorang mahasiswa pasca sarjana yang tengah menyusun disertasinya. Sore hari ia harus menghadiri rapat mengenai penerapan kurikulum baru di kampusnya.

Sekitar pukul 20 lebih, setelah selesai mandi dan makan malam, Alea menghadapi komputer di ruang kerjanya. Ia ingin melewati malam itu dengan meneliti data Gani dan Sindy. Kebetulan esok hari tidak ada jadwal kuliah untuknya.

Alea memulainya dengan membuka situs web Pengadilan Negeri Jakarta Barat dan mengklik ikon SIPP. Ia ingin memperoleh informasi mengenai proses kasus Gani melalui Sistem Informasi Penelusuran Perkara. Ia mulai menekan tab Pidana Biasa. Setelah menemukan nama Gani sebagai terdakwa pada kotak Para Pihak, Alea mengklik link detil. Kotak Informasi Detail Perkara terbuka, menampilkan informasi nomor perkara, penuntut umum, terdakwa, dan status perkara. Jadwal sidang pertama Gani telah ditetapkan dan Penuntut Umumnya Johan Pardede, S.H. Alea mengenal jaksa ini. Ia mantan anak buah ayahnya di firma hukum, dan ia belum pernah gagal dalam setiap perkara yang dihadapinya.

Alea kemudian membuka aplikasi Simulation of Proving Legal Violations. Setelah jendela aplikasi terbuka, ia mengklik tab Data dan mengetik nama Gani Gunawan pada kotak pencarian. Muncul empat puluh juta lebih nama Gani Gunawan pada sebuah daftar. Pada kotak Detail Search (pencarian detil), ia mengetik lagi nama itu dan nama sebuah sekolah pertama dan kotanya, masing-masing kata dipisahkan dengan tanda asteris. Alea mengetik nama SMP-nya karena ia ingat, ia bersekolah di SMP yang sama dengan Gani Gunawan dan Sindy Andelina. Dua nama Gani Gunawan yang muncul. Alea dengan yakin memilih salah satunya.

Data kependudukan yang ditampilkan oleh program aplikasi itu berasal dari berbagai sumber, termasuk database utama Kementerian Dalam Negeri, database Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil), database Badan Pusat Statistik (BPS), database Sistem Informasi Administrasi Kependudukan (SIAK), dan database Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek). Semua data itu tidak hanya saling melengkapi, tapi juga saling mengoreksi jika terdapat data seseorang yang tidak sinkron. Data yang ditampilkan merupakan data tunggal yang berisi Nama, Nomor Induk Kependudukan (NIK), Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Kematian, Akta Nikah, dan sebagainya.

Alea lalu mengklik ikon Save untuk menyimpan data Gani Gunawan. Ia kemudian mengetik nama Sindy Andelina dan nama SMP plus kota yang sama. Hanya ada satu nama yang muncul. Alea mengkliknya. Data lengkap Sindy Andelina langsung terpampang pada jendela aplikasi. Pada tab AI investigation, Alea mengetik: Find the relationship between the two stored data. Pada kotak Investigation Results, muncul informasi menyangkut hubungan antara data Gani Gunawan dan data Sindy Andelina. Informasi itu menyebutkan Gani dan Sindy pernah bersekolah di Sekolah Dasar yang sama. Alea sudah tahu hal itu dari Sindy dulu. Informasi lain yang baru bagi Alea adalah nama orang tua dan alamat Gani dan Sindy dua puluh tahun yang silam. Nama ibu Gani adalah Elin Marlina dan nama ayahnya Burhan Hasanudin. Alamat rumah mereka di Jalan Sawo, Desa/Kelurahan Cipete Utara Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Nama ibu Sindy adalah Narti Indrawati dan nama ayahnya adalah Surya Darma. Mereka tinggal di Jalan Nangka IV, Desa/Kelurahan Cipete Utara Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Alea menyandarkan punggungnya ke kursi. Data-data itu tidak menunjukkan apa pun yang berhubungan dengan suatu kejadian. Selain satu SD, alamat keluarga Gani dan Sindy relatif saling berdekatan, kira-kira 750 meter dengan menggunakan mobil.

Setelah menghirup kopinya, ia mulai mencari data orang tua Gani dan Sindy satu per satu. Data itu menunjukkan kedua orang tua Gani dan Sindy telah meninggal. Data ini pun tidak menunjukkan hal penting.

Alea meninggalkan komputernya dalam kondisi menyala. Ia duduk di kursi di teras rumahnya. Sambil mencamil kue bekatul, ia menikmati pemandangan taman di depan rumahnya. Taman itu selalu dirawat oleh Mardi, suami dari asisten rumah tangganya, Mumun. Sudah dua hari Mardi dan Mumun pulang kampung. Mereka meminta cuti dengan alasan ingin membantu persiapan pernikahan keponakan mereka.

Dalam kesendirian, Alea mencoba merangkai kembali peristiwa dua puluh tahun yang lalu. Setelah usai ujian akhir SMP, Alea dan Sindy duduk di taman belakang rumah Alea.

"Aku mau daftar ke SMA Negeri Dua. Kamu musti daftar ke SMA ini juga, oke?"

Waktu itu Sindy menunduk dengan wajah muram. "Aku nggak bakalan daftar ke SMA...."

"Apa? Nggak boleh! Pokoknya kamu harus daftar...."

Lihat selengkapnya