JEBAKAN MAYA

YUYUN BUDIAMAN
Chapter #23

KULIAH UMUM


Hari Rabu, bulan Oktober, Alea berangkat ke Tasikmalaya. Besoknya ia akan memberikan kuliah umum atas undangan dari Fakultas Teknik Universitas Siliwangi. Ibunya, dokter Anne Liana, ingin ikut. Alea membawa serta pula empat orang pekerja rumah tangga ia dan ibunya: Mardi, Mumun, Junaedi, dan Narsih. Rencananya, mereka akan berwisata ke Pangandaran selama dua hari, yakni hari Sabtu dan Minggu. Sementara pada hari Jumat, Alea dan ibunya akan mengunjungi teman lama ibunya dan mengunjungi Sentra Batik. Panitia bagian akomodasi dari Fakultas hanya menyediakan satu kamar; jadi, Alea harus menyewa sendiri dua kamar lainnya. Mereka berenam menginap di hotel terbaik di kota itu.

Mereka berangkat dari Jakarta sekitar pukul 10 pagi dan sampai di Tasikmalaya sekitar pukul 17. Tiba di hotel, mereka disambut oleh Ir. Randi Rahadian Kameswara, S.T., M.T., salah seorang dosen Prodi Informatika di universitas itu. Randi lulus program magister Institut Teknologi Bandung, seangkatan dengan Alea dan Sindy.

Ketika di ITB, Randi jatuh cinta pada Alea, tapi ia kurang percaya diri. Ia menunggu waktu yang tepat untuk menyatakan isi hatinya. Sebelum waktu itu datang, Alea sudah di"pinang" oleh Kenny Randa, mahasiswa Fakultas Kedokteran UNPAD. Peristiwa itu menjadi pelajaran penting bagi Randi: Jangan pernah menunda kenikmatan. Ketika ia mendengar Alea putus dengan Kenny, ia kembali mempersiapkan waktu yang tepat untuk menyatakan cintanya pada Alea. Sayang, sebelum waktu itu tiba, Alea sudah terbang ke Jepang untuk melanjutkan studi di Kochi University of Technology.

Sejak saat itu, Randi tidak pernah menunda-nunda waktu untuk menyatakan isi hatinya saat ia jatuh cinta pada seorang wanita. Karena umumnya wanita menginginkan proses pendekatan dan akan kaget kalau langsung ditembak, maka usaha Randi gagal terus. Saking putus asa, dia pernah mengunjungi seorang paranormal yang konon bisa membaca nasib seseorang melalui garis tangan. Setelah Randi menyampaikan keluhannya, paranormal itu berujar, "Pantesan, garis tangan Saudara sangat rumit."

Sampai saat ini Randi belum menikah. Tampaknya, ia belum bisa mengambil pelajaran dari pengalaman. Ia selalu mendekati wanita yang spesifikasinya high end atau kelas atas. Tujuannya untuk memperoleh keturunan dengan otak high end.

Randi sebenarnya sudah menghapus Alea dari memorinya. Tapi, ketika pihak Fakultas berencana mengundang Alea untuk menyampaikan kuliah umum, harapannya timbul kembali. Beberapa hari terakhir ini ia giat mencari informasi tentang Alea melalui internet. Hasil pencariannya menyimpulkan bahwa Alea Salina belum menikah. Makanya jangan jual mahal, umpatnya dalam hati. Sebagaimana hobinya merancang program komputer, Randi mulai merancang skenario untuk mendekati Alea. Sekarang misinya cuma satu: melamar Alea menjadi istrinya.

"Profesor Alea Salina, selamat datang di Tasikmalaya," ujar Rendi sambil menjulurkan tangannya untuk bersalaman.

"Randi!" Alea menjerit sambil merangkul Randi. Ia segera melepaskannya setelah sadar. Wajahnya merona merah. "Aduh, maaf, ya. Habis senang, sih."

Sejenak Randi merasakan kedua kakinya tidak menapak di lantai. Ruang lobi hotel mendadak menjadi surga. Ia sama sekali tidak menyangka Alea masih mengingatnya. Ia tidak tahu kalau Alea memiliki ingatan fotografis, atau ingatan eidetik, atau jenis ingatan yang belum dibuat namanya.

"Senang bertemu lagi, Profesor. Rasanya sudah lama sekali."

"Sialan. Kamu jangan panggil aku Profesor. Aku jadi kagok."

Randi kaget. "Jadi...."

"Panggil aku Alea, oke?"

"Ya... A---lea."

"Kamu kerja di hotel ini?"

"Aku dosen. Aku termasuk panitia kuliah umum besok."

"Ooh... "

Randi salah tingkah. Ia benar-benar butuh waktu untuk meredakan ketegangannya.

"Ini sama keluarga ya?"

"Oh, ya. Ini ibu saya, dokter Anne Liana. Ini Mardi, ini Mumun, ini Junaedi, dan ini Narsih."

Randi menyalami mereka.

"Sebaiknya, hm... Alea dan keluarga beristirahat dulu. Terima kasih atas kedatangannya. Bu dokter, saya pamit dulu."

"Oh, iya. Terima kasih ya," dokter Anne tersenyum.

"Alea... sampai ketemu besok."

"Oke. Makasih, ya."

"Sama-sama, Alea."

Dokter Anne terus memperhatikan Randi sampai pria itu menghilang di balik pintu lobi. Bibirnya menyunggingkan senyum penuh harapan. Alea kaget ketika ia akan memasuki lift, ibunya masih berdiri di depan meja resepsionis sambil masih memandang ke arah pintu.

"Ya, Allah, Mama! Lagi ngapain?" Alea segera menggandeng tangan ibunya.

"Dia dosen ya?" tanya dokter Anne di dalam lift.

"Iya. Randi teman Alea waktu di ITB."

"Cocok."

"Apa?"

"Kamu tidak lihat sorot matanya tadi?"

Alea tertawa. "Memang kenapa matanya?"

"Ia menyukaimu---dalam arti khusus."

Alea menepuk-nepuk lembut pundak ibunya. "Mama, dia sudah beristri dan punya anak banyak."

"Kamu tahu dari mana?"

"Dari sorot matanya."

Muka dokter Anne memberengut. "Memang sorot mata bisa menunjukkan seseorang sudah beristri?"

"Bisa, Ma. Namanya sorot mata sange." Alea memeluk ibunya sambil terkekeh-kekeh.

Sampai di kamar mereka, dokter Anne masih penasaran.

"Apa nama lengkap dosen tadi, Alea?"

Alea menggeleng-gelengkan kepalanya. "Mama...keukeuh amat, sih. Kita salat dulu. Sudah magrib."

"Ayo sebutkan dulu."

"Sebentar." Alea mengaktifkan memori di otaknya. "Randi... Rahadian... Kameswara."

Dokter Anne mulai mencarinya di instagram, facebook, dan X. Diam-diam Alea merasa terenyuh melihat tingkah ibunya. Tiba-tiba ia merasa sangat berdosa. Dia meninggalkan ibunya memasuki toilet.

"Nah! Ketemu! Dia belum menikah, Alea! Alea!"

Alea menjulurkan kepalanya lewat celah pintu toilet.

"Apa, Ma?"

"Dia masih bujangan!"

"Siapa?"

"Itu... dosen tadi."

"Iya iya. Nanti Alea lamar dia. Sekarang Mama wudu dulu."

Dokter Anne segera memasuki toilet.

Keesokan harinya, tepat pukul 9.00, di sebuah auditorium, acara kuliah umum dari Profesor Doktor Alea Salina dimulai. Kuliah umum itu akan mengambil tema "Mengungkap Kasus Kriminal: Pemanfaatan AI dalam Progran Aplikasi SPLV". Acara ini dibuka oleh Wakil Rektor dan dihadiri oleh lebih dari 200 mahasiswa dari Prodi, Informatika, Teknik Sipil, Teknik Elektro. Pukul 09.25, Alea memulai kuliahnya.

"Bapak Wakil Rektor, rekan-rekan dosen, dan para mahasiswa civitas academica Fakultas Teknik Universitas Siliwangi serta para hadirin yang saya hormati, selamat pagi. Mari kita panjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kita dapat berkumpul pada pagi yang cerah ini.

"Pertama-tama, saya ingin mengucapkan terima kasih atas undangan yang telah disampaikan Fakultas Teknik Universitas Siliwangi kepada saya. Sungguh, ini suatu kehormatan bagi saya dan saya sangat senang berada di kota ini. Penduduknya ramah-ramah dan murah senyum. Dari mana saya tahu hal ini? Pertama dari cerita ibu saya, dokter Anne Liana. Beliau lahir di kota ini. Kedua, dari laporan pandangan mata saya terhadap para dosen dan mahasiswa saat ini. Tentu, saya tahu, civitas academica universitas ini berasal dari berbagai kota dan daerah di seluruh Indonesia. Tapi, percayalah, mereka akan ikut-ikutan ramah seperti warga Tasikmalaya. Salah seorang teman lama saya, insinyur Randi Rahadian Kameswara, bukan berasal dari sini. Tapi, mungkin karena lama tinggal di sini, beliau pun berubah... bukan menjadi Iron Man, tapi menjadi Tasik Man yang ramah. Bapak insinyur Randi, mohon berdiri, Pak."

Randi berdiri dan memberi hormat.

"Di sini saya panggil beliau 'Bapak'. Tapi, kalau lagi berdua, saya panggil beliau 'kamu' atau 'elo.' Ini sahabat saya waktu kuliah di ITB."

Hadirin tertawa dan bertepuk tangan.

"Baiklah hadirin... Randi, kamu duduk atuh!"

Kali ini hadirin tertawa tergelak-gelak. Randi cengar-cengir.

Lihat selengkapnya