Karen harus mempertanyakan kejadian ganjil ini. Dia yakin datang ke sekolah cukup pagi. Namun, saat turun dari mobil, dia lihat para penghuni sekolah sudah berdatangan. Ramai. Tidak satu dua orang saja yang berlari seperti atlet maraton hendak menuju garis finis dan tidak mau keduluan pesaing. Ah, dia tahu penyebabnya. Ini hari Selasa, Pak Badrun, musuh sepenjuru penghuni SMA Cakrawala, bertugas menjaga meja piket.
Lupakan soal Pak Badrun. Sekarang yang lebih penting adalah apa yang menimpa Karen. Semua mata tertuju padanya, tawa tertahan dan bisik-bisik bergulir sesudahnya. Namun, tidak semua bisikan tak bisa dia dengar.
“Dasar cewek aneh! Pakai seragam sekolah kebesaran, kacamata model mata kucing kayak nenek-nenek, belum lagi rambutnya itu. Udah keriting, dicepol tinggi-tinggi di ubun- ubun. Memangnya dia mau main teater?”
Karen menghentikan langkah, menoleh dan memberikan tatapan tajam kepada dua cewek itu. Mereka menghentikan obrolan, tapi masih cekikikan. Karen mengabaikan mereka dengan bergegas menuju kelas.
Selama ini, tidak ada yang terang-terangan mengomentari penampilan anehnya. Biasanya orang-orang tidak ingin mencari masalah dengan Karen karena menganggapnya tak penting. Namun, pagi ini sedikit berbeda.
Kenapa sih anak-anak ini? geramnya dalam hati.
Merasa lelah memberikan sorot tajam kepada setiap orang yang berpapasan dengannya, Karen mempercepat langkah menuju kelasnya di lantai tiga. Dia sekuat tenaga mengabaikan kikikan orang-orang tak penting itu.
“Poni dia habis kena sentrum kali,” bisik siapa pun itu yang terdengar oleh Karen.
Memangnya ada yang salah dengan poniku?
Ada, Karen. Ada.
Semua disebabkan karena tindakan impulsifnya memotong poni tadi!
***
Pelajaran Sejarah selalu membosankan. Karen berusaha menyimak penjelasan Bu Rini, tapi tidak berhasil. Saking bosannya, dia sudah menguap beberapa kali. Karen membolak- balik buku paket, di mana huruf-huruf berbaris monoton. Tidak menarik. Pembahasan tentang kondisi rakyat selama masa penjajahan lebih menarik saat dia membaca Max Havelaar karya Multatuli atau mengamati secara tersirat dari latar novel Tenggelamnya Kapal Van der Wijck-nya Buya Hamka.