Jedai untuk Jara

Suarcani
Chapter #6

Bab 6

“Ra, Jara!”

Panggilan itu membangunkanku. Aku membuka mata dengan perlahan dan mendapati diriku berbaring di kasur. Mbak Iswari duduk di tepian, tangannya tertasa di pergelanganku, mimik cemasnya berangsur lega kami bertemu mata.

“Mbak?”

“Istirahat saja dulu. Tubuhmu agak hangat. Kamu demam kayaknya ini. Pasti gara-gara kelelahan dan syok sampai-sampai pingsan di halaman belakang,” selanya.

Rasa mual muncul, disertai tusukan kecil terasa di belakang kepala. Mungkin aliran darah yang kurang lancar. Aku berusaha untuk duduk, tetapi rasa pusing menghalangi. Ah, aku pingsan di halaman belakang? Lalu, siapa yang menggendongku ke kamar? Kak Bara?

“Mbak ambilkan makan dulu ya,” kata Mbak Iswari. Aku baru hendak mencegah, sungguh tidak enak merepotkannya. Namun, ia menepis tanganku dan mengabaikan penolakanku.

Kepergiannya membuatku teringat memori terakhir sebelum pingsan. Percakapanku dengan tetangga sebelah, rohnya yang berubah agresif, lalu si malaikat maut magang itu muncul. Terakhir, ledakan cahaya sama dengan yang terlihat ketika aku dibawa ke akhirat. Sebenarnya, apa yang terjadi?

“Jangan lakukan itu lagi,” sela seseorang. Aku tidak perlu mencari-cari, sosok yang berbicara itu muncul dengan sendirinya di sudut kamar. Ia duduk di meja belajar sambil menggoyangkan kaki.

Aku mendengus. Sekalipun mendadak, sepertinya aku mulai terbiasa dengan kemunculannya.

“Jangan sekali-kali mencoba berhubungan dengan roh gentayangan,” lanjutnya. “Mereka itu kelaparan. Sekali kamu melakukan kontak mata dengan mereka, maka ia akan berubah agresif dan berusaha memakan energi kehidupanmu.”

Sekali ini, aku tidak mampu membantah perkataanya. Ketika hendak menggerakan tubuh, aku merasakan jika energiku terkuras. Tubuhku lemas bukan main. Aku hanya bisa mengerang pelan.

“Dia hampir mendapatkanmu tadi,” lanjut malaikat magang itu.

Aku mengingat kembali betapa dekatnya roh gentayangan itu denganku. Kengerian itu masih terasa meski sudah terlewati, membuat bulu kudukku meremang.

“Lalu, jika dia mendapatkanku, apa yang terjadi?” tanyaku sambil memijit kepala.

Ia mengangkat bahu. “Entahlah. Aku belum pernah melihat secara langsung. Yang aku tahu, roh penasaran akan selalu berusaha merebut energi kehidupan dari manusia. Kamu mungkin kesurupan, sakit-sakitan atau semacamnya, yang jelas sesuatu yang fatal bisa terjadi.”

“Lalu, kenapa dia berhenti? Apa karena ledakan cahaya itu?”

Lihat selengkapnya