Jedai untuk Jara

Suarcani
Chapter #28

Bab 28

Banyak pengurus panti yang berdatangan. Langkah mereka berderap, mirip bunyi kaki para tenaga kesehatan yang berlarian menuju brankar Mama. Lewat pintu yang terbuka lebar, aku menyaksikan bagaimana mereka mengguncang tubuh Rami yang berbaring di kasur.

Mereka tidak akan berhasil. Tubuh itu tidak akan bangun, karena Rami sendiri sudah berdiri di pojok memperhatikan semuanya dengan wajah bingung. Malaikat perempuan memegang tangannya dengan tali putih, membiarkan ia menyaksikan bagaimana orang-orang meraung oleh kematiannya.

Seluruh tubuhku gemetar, bumi juga terasa goyah. Aku berpegangan pada dinding dan kemudian menangis.

“Jara,” panggil suara lembut itu beberapa detik kemudian. Aku mengangkat wajah, melihat Rami dan si malaikat perempuan sudah berdiri di koridor. Aku menatap lekat sepasang mata milik Rami yang kini berpendar biru. Aku berusaha tersenyum padanya, tetapi isak ini membuat gerakan bibirku berubah kaku.

“Ah, ternyata benar, kamu memang bisa melihat roh,” lanjutnya dengan suara takjub. “Dan, siapa ini yang bersamamu?”

“Halo,” sapa si malaikat magang. “Aku yang selama ini bersama Jara. Seharusnya aku menjemputmu dulu, tetapi aku salah orang dan malah membawa Jara.”

“Oh, jadi, ceritanya tempo hari itu benar? Kukira, kamu hanya suka bicara sendiri sepertiku, Ra. Ternyata, kamu sedang bicara padanya, toh,” seru Rami seolah tidak percaya.

Tidak ada kata-kata yang bisa aku sampaikan padanya. Lidahku benar-benar kelu, dadaku dipenuhi oleh udara panas sehingga terasa sesak.

“Selama ini, kamu bersama Jara?” tanya Rami lagi. Saat si malaikat mengangguk, kembaranku tersenyum lega. “Syukurlah. Terima kasih karena sudah menemaninya,” lanjutnya.

“Kita pulang sekarang,” sela si malaikat perempuan.

Rami tersenyum, mengangguk. Ia kemudian menyampaikan pesan terakhirnya sambil berusaha menyentuh tanganku.

“Selamat tinggal, Ra. Terima kasih karena sudah mengunjungiku. Aku senang, di sisa waktu yang kumiliki ini, aku bisa bertemu denganmu. Nanti, jika aku bertemu Ibu, aku akan bilang padanya bahwa kamu tumbuh dengan baik dan diasuh oleh keluarga yang baik juga.”

Aku mengangguk, berusaha membuka mulut untuk bicara. Namun, isak ini mencegat suara dan membuatku makin tersengal.

“Tidak apa-apa, aku tahu apa yang akan kamu katakan. Aku juga menyayangimu, meski kita tidak tumbuh bersama, tetapi aku tahu jika di dalam lubuk hati kita, kita saling merindukan satu sama lain. Baik-baik bersama Kak Bara ya.”

Seusai berkata begitu, Rami pun melangkah pergi dengan dibimbing si malaikat bergaun. Sosoknya membuyar begitu memasuki siraman air hujan.

*

Rami meninggal karena serangan jantung. Rupanya, tragedi itu tidak terjadi secara tiba-tiba. Ia sudah merasakan gejala tidak enak selama beberapa hari belakangan ini. Pada salah satu pengurus panti, ia mengeluh bahwa tubuhnya lebih cepat lelah dan sering sakit kepala ringan.

Aku merasa bodoh. Kami bersama-sama selama beberapa hari ini tetapi tidak menyadari perubahan tubuhnya. Rami tidak pernah mengeluh, sehingga aku tidak memperhatikan sesuatu berubah darinya. Yang kusadari saat melihat tubuhnya yang sudah mulai mendingin itu hanyalah rautnya yang jauh lebih tua ketimbang diriku. Ia kembaranku, kami lahir hanya disela waktu beberapa menit. Namun lihat, betapa dewasanya wajahnya itu.

Bunda memelukku, memintaku untuk tabah. Padahal, mereka bersama Rami lebih lama dariku, rasa kehilangan mereka tentu lebih dalam. Seluruh penghuni panti menangisi kepergian Rami.

Upacara pemakaman untuknya keesokan harinya. Kakak menemaniku. Meski hanya sebentar, ia menyadari kebaikan dan ketulusan Rami sehingga turut kehilangan. Kami pun sepakat untuk menunda kepulangan hingga esok hari.

Si malaikat diam sepanjang hari. Ia selalu berada di sebelah mayatnya dan memintaku untuk tidak jauh-jauh. Aku tidak pernah memahami konsep mencintai seseorang secara mendalam, sehingga merasa tindakannya sedikit berlebihan. Namun, melihat bagaimana ia turut sedih saat mayat Rami diturunkan ke liang lahat, aku mempertanyakan apakah ada yang menangis untukku jika diriku meninggal nanti.

Lihat selengkapnya