1986.
Wanita. Selalu tentangnya. Senyumannya. Tatapannya. Suara atau kebisuannya. Semua itu bisa tampak indah, atau sangat indah, melampaui ukuran yang pernah ada.
"Dia adalah perempuan yang bisa menandingi keindahan alam semesta... sebenarnya melebihinya. Terima kasih, Tuhan, telah menciptakannya," lirih seorang lelaki yang sedang duduk di bawah pohon beringin sambil memperhatikan kekasihnya sedang berlari-lari kecil dengan telanjang kaki di atas rumput yang basah.
Seperti dia, seorang gadis yang mempunyai kulit kuning langsat, rambut panjang yang ujung-ujungnya bergelombang dan juga selalu tercium wangi jika di dekatnya. Matanya terlihat bercahaya jika sedang berbicara, gigi putih dan rapinya terlihat menawan, bibirnya bergerak terasa lambat seperti di adegan film yang di slow motion. Hidunnya kecil dan lurus. Halisnya hitam, melengkung, dan tebal, membuat area bagian matanya mencolok, terlihat indah. Dia, perempuan itu, seperti putri yang hanya lahir 10 abad sekali. Atau sebenarnya hanya putri satu-satunya di dunia ini.
Pakaiannya selalu bersih, merah putih mengkilat, seperti para debu tidak berani untuk menempelinya. Paling bersih di antara kami, satu sekolahan, mungkin dunia. Seperti setiap hari diganti dengan yang baru atau bahkan mungkin setiap jam. Dia seorang anak pemilik yayasan. Cantik dan kaya... sempurna. Seperti tokoh dalam novel yang ditulis oleh orang yang pikirannya sedang berkelana kemudian berhenti di mana dapat melihat keindahan yang hakiki.
Semua orang di dunia harus menerima kebenarannya. Atau perempuan itu memang beruntung dilahirkan dengan penampakan seperti itu. Keindahannya semakin tampak ketika dia di atas panggung, tersenyum, mendapat hadiah sebagai salah satu dari ketiga orang yang masuk ke dalam pelajar berprestasi. Jadi, selama 4 tahun ini dia sudah mendapatkan 4 hadiah... jika berniat mengumpulkannya.
Tidak. Perempuan itu tidak pintar dalam semua hal. Ketika guru memberi kesempatan pada siapa saja untuk ke depan, menjawab soal latihan, perempuan itu selalu yang paling pertama. Dengan percaya diri maju ke dapan dan mengerjakannya dengan... salah. Iya, dia terlalu bodoh untuk pelajaran matematika. Dan guru, dengan ramah, senyum manis, membantunya menyelesaikan sampai akhirnya gadis itu tersenyum karena berhasil. Senyuman yang indah. Aku berani bertaruh untuk apapun, semua anak laki-laki kelas kami atau satu sekolahan menyukainya. Dalam pelajaran lain -aku mengakuinya- dia pintar. Atau sangat pintar dalam menarik perhatian kaum Adam. Perempuan yang tidak ada tandingannya. Setiap orang harus mengakuinya karena begitu kebenarannya. Dan aku gagal, meskipun berkeinginan membuat tulisan sederhana –tidak melebih-lebihkan dia-, sejelek apapun tulisannya tetap akan terlihat indah jika menyangkut tentangnya. Tentang dia. Perempuan itu.
Aku pernah melihatnya bermanja pada ayahnya. Membuat dia, kata orang-orang bukan kataku, lucu. Apalagi ketika memanggil "Mama" pada ibunya dengan suara yang tidak dapat kupahami. Kata mereka juga suaranya terdengar sangat merdu. Aku tidak dapat menyangkal karena begitu kebenarannya dan harus mengakui, setuju dengan pendapat mereka.
Ada berita buruk tentangnya. Ketika kami sedang belajar, seseorang mengetuk pintu. Dari baliknya ada seorang wanita, pekerja di rumah si perempuan sempurna, air mukanya terlihat aneh. Dia membisikan sesuatu di telinga guru kemudian guru meminta si perempuan sempurna untuk mengikutinya. Setelah mereka menghilang, guru memberitahu bahwa ayahnya, pemilik yayasan, orang yang paling terkenal, telah meninggal.
Guru-guru dan perwakilan teman melayad ke rumahnya. Di sana tampak penuh dengan orang-orang berpakaian resmi, rapi, dan para tetangga yang mungkin ingin melihat jasad orang terkaya di kampungnya. Atau termasuk orang terkaya di kecamatan ini.