Bunda datang bersama ayah tiriku. Mereka memberi tahu bahwa besok aku sudah mulai bisa sekolah. Dan tepat pada saat itu, motor trail yang kemarin oma pilih datang.
"Oma, jangan memanjakan Robert."
"Tidak ada yang memanjakannya. Dia harus pergi ke sekolah sendiri."
Bunda diam.
"Kau Jayanti, anakku, kurangilah pekerjaanmu. Demi kandunganmu."
Bunda tersenyum. Bunda memang sedang mengandung 4 bulan. Dan sekarang, meskipun tidak bertemu sebentar, perutnya terlihat semakin membesar.
Bunda pulang. Oma langsung menyuruhku mencobanya dibantu Mang Koman. Aku belajar di depan rumah -halaman- di tonton oleh ayah, oma, dan seorang laki-laki yang membantu mengurusi ayah. Oma masih tetap menyuruh orang itu –saudara jauh- membantu kami.
Mang Koman menjelaskan ; Nyalakan motor, tarik tuas kopling, geser ke gigi 1, lepaskan tuas kopling perlahan sambil memutar tuas gas secara lembut, dan fokus. Untuk yang terakhir sebaiknya dia tidak mengatakannya, karena dia sendiri yang mengganggu fokusku dengan kata-kata penyemangatnya. Berisik sekali dia.
Aku berhasil. Tidak terlalu sulit.
"Kau berbakat," kata Mang Koman takjub. Dan aku tidak menginginkan kalimatnya. Hanya belajar mengendari motor, semua orang bisa melakukannya jika mau. Apakah terdengar seperti seseorang yang sombong?
"Besok Oma yang akan mengantar kau ke sekolah. Tidak boleh membawanya sebelum kau benar-benar bisa. Demi keselamatanmu."
Aku terus belajar mengendarainya –memutar-mutar halaman- sampai ibu tiriku pulang, diantar oleh orang yang sama seperti kemarin. Ibu tiriku terlihat mengucapkan sesuatu kemudian masuk ke dalam tanpa sedikit pun menoleh ke arah kami.
"Jangan pedulikan dia," kata oma. "Dia bukan ibumu. Tidak ada sedikit pun darahnya mengalir di tubuhmu."
***
"Besok akan ada orang yang datang, mengurusi perceraian kami," kata ibu tiriku ketika kami sedang makan malam, membuatku terkejut.
"Bagus," jawab oma, "semakin cepat semakin baik buat anakku."
"Rumah ini menjadi milikku."
"Jangan mengkhayal kau."
"Kang Dani sudah menandatanganinya. Rumah ini atas namaku."
"Aku beli kembali."
"Sebaiknya Oma siapkan uangnya sebelum aku menjualnya pada orang lain."
"Jangan kau mengancam. Kau pikir siapa?"
Ibu tiriku tidak menggubris. "Dan untuk Cinta, jangan lupa Kang Dani untuk mengirimi uang setiap bulan. Untuk kebutuhannya."
"Penipu kau."
"Cinta tanggung jawab Kang Dani."
"Dia bukan cucuku."
"Terserah. Itu kewajiban Kang Dani."
"Jangan kau menipuku. Saat kalian menikah, kau sedang mengandung. Kau pikir anakmu itu terlahir prematur?"
"Benar, tetapi itu anaknya Kang Dani."
"Aku tidak pernah mengajari anakku untuk melakukan perbuatan bejat seperti itu. Perbuatan binatang."
"Terserah."
"Mari lakukan pengambilan darah."