"Apakah hari ini tanggal merah?" tanya oma, dia tampak bingung ketika aku keluar masih mengenakan kaos.
"Tidak, Oma. Aku diskors 3 hari."
"Apa yang membuat pihak sekolah melakukannya?"
"Aku terlibat perkelahian."
Air muka oma berubah. "Lagi?"
"Aku tidak melawan dan tidak ada alasan untuk melawan. Hanya terlibat."
Oma tersenyum. "Kau pelajar yang baik. Kau mau menerima hukumannya...."
"Robert, Oma mau membicarakan sesuatu."
"Iya, Oma."
"Selesaikan dulu makanmu!"
Ayah masih tertidur, mungkin sebentar lagi bangun. Oma melanjutkan ketika kami selesai makan.
"Kau tak suka diatur-atur, menyukai kebebasan. Kau ingin menjadi pengarang. Benarkah Oma?"
"Iya, Oma."
"Itu pilihanmu. Terserah. Tetapi Oma ingin berbicara tentang usaha Oma yang sepenuhnya atas milik kau nanti."
Aku menelan ludah.
"Bolehkah Oma melanjutkan?"
"Boleh, Oma."
"Mang Koman buta huruf, dia hanya bisa bekerja dengan fisik... Usaha yang besar butuh orang yang bisa baca tulis, berpengetahuan. Kita tidak tahu kapan orang berbuat jahat pada kita, tentu kita tidak mengharapkan itu. Tetapi uang bisa membutakan manusia, merubahnya menjadi sesuatu yang mengerikan. Mang Koman pegawai jujur tetapi tidak akan bisa menjalankannya seorang diri...,"
"Kau membaca banyak buku, tahu dengan kalimat : Knowledge is power?"
"Iya, Oma. Francis Bacon."
"Tanpa pengetahuan kita lemah. Sebenar apa pun kita akan kalah."
"Kau...." Oma tidak melanjutkan.
Kami saling diam beberapa saat.
"Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Tetapi kau harus tahu bahwa nanti adalah apa yang kita lakukan saat ini...."
"Usaha yang dipimpin oleh seorang buta huruf... meskipun berpengalaman, akan berbeda dengan seorang terpelajar, apalagi terpelajar yang berpengalaman. Pengalaman memang guru terbaik tetapi jika tidak mengenal aksara itu percuma. Akan kalah pada waktunya."
Di kamar ayah terdengar suara. "Ayahmu sudah bangun," kata oma sambil bangkit.
Aku memikirkan kata-katanya. Semuanya tidak sama dengan keinginanku. Aku tidak bisa membayangkan jika seumur hidup harus melakukan hal yang tidak disukai. Atau kau harus hidup, berdua, sedangkan kalian tidak saling mencintai.
***
Aku menemani ayah berjemur di belakang setelah memandikannya. Oma ke pabrik, ada yang harus dikerjakan. Wanita tua itu tampak tidak seperti wanita seusianya, masih bekerja. Dan sekonyong-konyong perkataannya kembali memenuhi kepalaku. Sekarang bersatu dengan kalimat bunda. Aku menyimpulkan semuanya ; Bagaimana para pekerja jika usahanya bangkrut, bagaimana keluarganya nanti, pendidikan yang rata-rata paling tinggi tingkat SMP akan sulit mendapatkan pekerjaan selain pekerjaan fisik, ditambah zaman yang semakin sempit lapangan pekerjaan, tenaga-tenaga manusia diganti oleh robot buatan orang barat. Nasib mereka ada di tangan si Robert, laki-laki yang tidak menyukai pekerjaan seperti itu. Akhir kalimat sialan.
Aku tidak bisa menyalahkan oma. Dia sudah melakukan hal yang benar. Paling benar di antara banyaknya pilihan, dengan berkata kebenaran itu sendiri.
"Ayah tidak pernah menceritakan bagaimana bertemu dengan bunda. Apakah bunda perempuan pertama?" tanyaku. Aku tidak mau pikiran-pikiran yang tidak kukehendaki berhasil mengendalikan kepalaku.
Ayah terlihat seperti tersenyum.
"Aku tidak tahu jawaban Ayah jika Ayah tidak mengatakannya. Atau biar kutebak. Apa Ayah seorang playboy?" Aku tertawa pelan. "Kata oma Ayah gagah, tampan, dan aku mengakuinya. Apakah Ayah bisa dengan mudah mendekati setiap perempuan yang Ayah sukai. Atau Apakah Ayah tidak berani. Tetapi teman bunda mengatakan bahwa Ayah penuh kejutan. Laki-laki pendiam tetapi pemberani. Tidak bisa ditebak."
"Ayah, tidakah Ayah kasihan pada anak Ayah yang terus berbicara, dia hanya ingin bercerita, dia ingin mengobrol dengan ayahnya, dia ingin melihat ayahnya seperti dulu lagi. Ayahnya yang gagah."