Aliana duduk menghadap kaca jendela kamar sambil melamun. Air matanya masih bercucuran—merasa kecewa mendalam terhadap apa yang terjadi. Bagaimana bisa, tanah yang bukan hak mereka dikuasai begitu mudahnya, melakukan dengan cara keji—membodohi. Aliana benar-benar tak rela. Meski tanah tersebut belum sepenuhnya menjadi hak atas namanya, tapi tetap saja ia berhak atas tanah tersebut.
Tangannya yang kurus mengelap kasar air mata.
Allahu Akbar
Allahu Akbar
Azan Zuhur berkumandang, Aliana beranjak dari tempat duduk. Berwudhu, mengganti pakaian biasa menggunakan pakaian yang biasa dipakai salat. Mengambil mukena dari almari, mengenakan. Setelah penampilannya rapi, keluar kamar menuju ke mushola dekat rumah.
Tak ada yang mampu menenangkan hati yang gelisah, risau dengan masa depan, kecuali Tuhan yang Maha Agung. Tanpa sepengetahuan para jemaah salat Zuhur, air matanya mengalir membasahi mukena dan sajadah saat sedang berdoa. Menghambakan diri, mengakui bahwa ia hanya manusia lemah yang bodoh. Hatinya lega—seolah tak pernah menghadapi masalah besar bahkan, udara di sekitar terasa sejuk setelah mengusap wajah mengusaikan berdoa. Meski pada kenyataannya, Aliana masih tak tahu harus melakukan apa.
Di tengah perjalanan pulang, melewati sebuah rumah yang terasnya digunakan kumpul ibu-ibu dan terdapat dua lelaki berjas rapi sedang menunjukkan layar laptopnya.
"Eh Lia, baru pulang musola kamu?" tanya salah satu tetangga, Bu Ningsih.
Aliana tersenyum sambil menganggukkan kepalanya. "Iya Bu. Ibu-Ibu lagi pada ngapain?"
"Ini loh, ada Mas-Mas ganteng yang lagi ngajak berinvestasi dalam waktu singkat bisa dapet keuntungan besar! Kamu bilang gih sana sama Ibukmu! Barangkali mau ikut! Sayang kan, kalau duit hasil jualannya cuman buat makan sama muter dagangan. Sini-sini, ikut investasi! Gaul sedikit lah!"
Lagian, kamu kan anak kuliahan, pasti nggak asing sama yang namanya investasi dong?" ajak Bu Ningsih.
Aliana menautkan kedua alisnya. Mendekati mereka, ikut duduk di teras rumah.
"Jadi siapa yang mau ikut lagi Ibu-Ibu? Sudah ada bukti nyata kan? Kami jelaskan lagi buat Ibu-Ibu yang belum yakin. Kalau investasi ini minim resiko dan pasti keuntungan gede! Misalnya nih, Ibu-Ibu ngasih uang ke kita sekitar satu jutaan. Nah dalam waktu seminggu, uang itu bisa berkembang jadi sejuta lima ratus! Legit banget gak tuh? Kalau Ibu-Ibu di sini ikut investasi, berarti sama kerennya kayak pengusaha-pengusaha di kota yang sukses tajir melintir. Mereka punya duit banyak nggak cuman dari bisnis doang loh, pasti dari investasi! Coba sih tanya-tanya ke mereka," jelas lelaki yang rambutnya sangat klimis itu.
"Iya bener! Saya nyoba-nyoba seratus ribu, eh jeda seminggu jadi seratus lima puluh ribu!" tutur Bu Ganda.
"Iya bener Bu Ibu! Saya langsung lima ratus ribu, dapetnya malah sejuta!" sahut yang lain, Bu Hana.
"Ini asli loh Bu Ibu. Yang nyoba di sini udah banyak," Bu Ike, istri ketua RT turut menyahuti. Tangannya menepuk bahu salah satu lelaki berjas hitam itu. "Mereka ini dari perusahaan terpercaya. Mereka bukan sales yang suka tipu-tipu. Lah sih, Kalau misalnya dulu ketika Mas-Mas ini dateng ke sini Ibu-ibu semua percaya, sekarang udah panen duit Bu!"
Lelaki yang satunya, berciri rambut agak ikal, berkaca mata kotak tersenyum bangga. "Tuh kan Bu, kami nggak boong. Bu RT langsung saksinya!"