Jejak di Tengah Kerudung

Nabila Ghaida Zia
Chapter #3

Dibalik Tirai Rahasia

Ada kalanya hidup memberikan kejutan yang tidak diinginkan. Aku baru saja menapaki usia sepuluh tahun dan mau naik kelas 5 SD, namun rasanya beban di pundakku begitu berat. Bukan karena aku harus membantu di rumah atau pekerjaan yang menumpuk, melainkan karena pertanyaan-pertanyaan yang berputar di kepalaku. Terutama tentang Ibu dan rahasia yang beliau sembunyikan. 

Suatu siang, ketika matahari sedang tinggi dan udara terasa gerah, aku mendengar suara percakapan yang berasal dari ruang tengah. Eyang Sutirah dan Mbok Yuni – pembantu yang bekerja di rumah –  berbicara dengan suara rendah, serasa hampir berbisik. Aku yang tadinya hanya ingin mengambil air di dapur, terhenti ketika mendengar nama Ibu disebut.

"Romlah harus segera memutuskan kapan akan memberitahu Asih, Bu, jangan sampai Asih tahu dari orang lain, Bu," suara Mbok Yuni itu terdengar jelas. "Tidak baik membiarkan Asih bingung dan bertanya-tanya sendiri tanpa henti."

Aku mendekat dengan perlahan, menahan napas. "Tapi, dia masih ragu," balas Eyang Sutirah. "Kehidupan pernikahan sebelumnya meninggalkan luka. Apalagi sekarang Asih semakin besar, dia harus memikirkan dampaknya."

"Aku paham," sahut Mbok Yuni itu lagi. "Tapi Siswanto bukan orang sembarangan. Dia bisa menjadi suami yang baik."

Siswanto? Siapa Siswanto? Otakku berputar, mencoba mencocokkan potongan-potongan puzzle yang selama ini tersebar. Aku berbalik, kembali ke kamar dengan hati penuh tanda tanya. Jadi, ini alasan mengapa Ibu tak mau tidur denganku hampir setahun ini? Apakah karena dia sedang memikirkan laki-laki itu?

Malam harinya, setelah Ibu pulang mengajar dan membantu Eyang di warung, aku memberanikan diri untuk berbicara. Aku penasaran akan percakapan rahasia Eyang dan Ibu semalam bahkan percakapan Eyang dengan Mbok Yuni, seorang pembantu yang sudah dianggap layaknya keluarga.  Saat itu, Ibu sedang duduk di ruang tengah, merapikan buku-buku pelajaran yang akan dibawa besok pagi.

"Ibu," panggilku perlahan.

Ibu menoleh, menatapku dengan pandangan lembut. "Ada apa, Nak?"

"Asih boleh tanya sesuatu?" Aku duduk di sampingnya, merasakan detak jantungku yang semakin cepat. "Kenapa Ibu selama ini tidak mau tidur denganku? Apakah Ibu menyembunyikan sesuatu dariku?"

Ibu terdiam sejenak, menatapku dengan mata yang seolah mencari kata-kata yang tepat. Ia menghela napas panjang, lalu meletakkan buku-bukunya di meja.

"Asih," katanya, suaranya sedikit bergetar. "Ibu minta maaf, selama ini, kamu pasti merasa kesepian, ya? Tapi, ada banyak hal yang Ibu harus pikirkan akhir-akhir ini. Kalau ibu bisa jujur, ibu sedang mempertimbangkan untuk membina hubungan ke jenjang yang lebih serius kembali. Sekarang, ibu sedang menjalin hubungan dengan seseorang yang bernama Siswanto."

"Siswanto?" tanyaku, aku masih mencoba mencerna nama itu. "Siapa dia, Bu?"

Ibu menunduk, matanya menerawang ke arah jendela. "Siswanto adalah seseorang yang Ibu kenal sejak beberapa waktu lalu. Ibu sedang mempertimbangkan untuk... menikah dengannya."

Lihat selengkapnya