Di sekolahku yakni SMP Karanganyar, aku dan teman-temanku—Tati, Natun, Disti, dan Aminah— terkenal sebagai geng yang tidak bisa dianggap remeh. Bukan karena kami suka membuat keributan, tetapi karena kami selalu kompak dan berani menghadapi siapa pun yang mencoba mengusik salah satu dari kami.
Para laki-laki di sekolah lebih memilih menghindar jika melihat kami berjalan bersama. Kami tidak takut berkata jujur dan selalu membela satu sama lain. Orang-orang sering melihat kami seperti satu grup tawuran yang siap menyerang kapan saja. Tapi, bagi kami, persahabatan ini lebih dari sekadar kelompok. Ini adalah keluarga, tempat di mana kami saling mendukung dan melindungi.
Setiap kali ada yang berani mengganggu salah satu dari kami, mereka tahu apa yang akan mereka hadapi. Pernah suatu kali, ada anak laki-laki di kelas yang mencoba mengganggu Aminah saat jam istirahat. Tentu saja, kami tidak tinggal diam. Kami segera mengepung si anak laki-laki itu, membuatnya terpojok hingga akhirnya dia meminta maaf dengan muka pucat. Kami tahu batas, tapi kami juga tahu kapan harus bersikap tegas.
Namun, di balik keberanian dan keteguhan kami, ada sisi yang mungkin tidak banyak diketahui orang. Sisi yang lebih lembut, terutama ketika berbicara tentang perasaan. Dan itulah yang terjadi ketika teman-temanku mulai mencomblangkan aku dengan Dodo. Dodo adalah anak laki-laki yang baik hati, setia, dan perhatian. Dia berbeda dari laki-laki lainnya. Dia tidak takut mendekati kami, bahkan dengan reputasi geng kami yang cukup mengintimidasi. Mungkin itu sebabnya teman-temanku merasa dia cocok untukku.
"Asih, tahu gak kalau Dodo itu suka padamu?" bisik Tati suatu hari saat kami sedang duduk bersama di kantin.
Aku mengerutkan dahi, menatapnya dengan bingung. "Suka? Memangnya kenapa?"
Natun tertawa kecil. "Kau ini, Asih. Dia selalu perhatian padamu. Ingat waktu bajumu basah kena hujan? Siapa yang membawakannya jaket kalau bukan Dodo?"
Aku mengangkat bahu, merasa tidak begitu mengerti. Bagiku, perhatian Dodo itu wajar. Tapi teman-temanku terus berusaha menekankan bahwa ada sesuatu yang lebih di balik sikap Dodo. Setiap kali Dodo lewat, mereka akan tiba-tiba pergi, meninggalkan kami berdua.
Suatu kali, ketika kami sedang duduk-duduk di taman sekolah, Dodo datang menghampiri. Seperti biasanya, teman-temanku saling melirik dan tiba-tiba mereka berdiri. "Eh, kami pergi dulu, ya," kata Disti sambil tersenyum lebar, menarik Aminah dan Natun pergi bersamanya.
Aku menatap mereka dengan bingung. "Kalian mau ke mana?"
Tati mengangkat bahu sambil menyeringai. "Ke kantin. Kamu ngobrollah dulu dengan Dodo."
Aku tidak sempat membalas ketika mereka sudah berjalan pergi, meninggalkan aku dan Dodo di sana. Aku menghela napas, merasa canggung sejenak. Tapi Dodo duduk di sampingku, tersenyum dengan tenang.
"Kamu tahu, mereka itu memang suka iseng," kata Dodo membuka percakapan.