Setelah pertarungan sengit di gudang, tubuhnya dipenuhi luka dan lebam, rasa sakit yang menjalar hingga ke tulang. Meski fisiknya terluka, perasaan dalam dirinya lebih hancur lagi. Wajah Iwan, sahabat terbaiknya, terus terbayang di benaknya, membuat hatinya semakin remuk.
Apartemennya lebih mirip gudang daripada tempat tinggal. Dindingnya dipenuhi noda lembab, dan Lantainya dilapisi debu yang seakan tak pernah dibersihkan. Botol-botol minuman kosong berserakan di sudut ruangan, dan kasur usang di pojok hanya ditutupi seprai yang tak lagi bersih. David menjatuhkan diri ke kasur, membiarkan tubuhnya tenggelam dalam kelelahan, tetapi pikirannya terus berputar.
Sejak peristiwa kematian Iwan, tak ada lagi malam yang tenang bagi David. Tidurnya selalu dipenuhi bayangan gelap. Satu nama yang terus berputar di kepalanya adalah Tony. Nama yang menjadi pusat dari semua amarahnya. Tony, sosok yang kini menduduki singgasana kekuasaan di dunia hitam, dikenal sebagai pria kejam yang menguasai jalanan dengan tangan besi.
David tahu, jika ingin menuntut balas atas kematian Iwan, ia harus menghadapi Tony. Meskipun itu berarti mengorbankan nyawanya sendiri. Tidak ada lagi yang perlu ia pertahankan. Baginya, hanya ada satu tujuan: membuat Tony merasakan kesakitan yang sama seperti yang ia rasakan.
"Tony...," gumamnya penuh kebencian. Nama itu ia ucapkan dengan suara rendah, nyaris berbisik, seakan menjadi mantra untuk membakar semangat dendam yang membara di dalam dirinya.
Pagi hari datang, tetapi David tetap merasa suram. la tak punya pilihan lain selain memulai langkah pertamanya untuk membalas dendam. Setelah membersihkan luka-lukanya seadanya, ia mulai menghubungi kontak-kontak lama-orang-orang yang dulu pernah terlibat di dunia yang sama, orang-orang yang mungkin masih menyimpan informasi tentang Tony dan lingkarannya.
Setelah beberapa panggilan, ia akhirnya mendapat nama yang bisa membantu: Gilang. Seorang pria yang dulu terkenal sebagai informan jalanan. Meski sering menjual informasi ke pihak-pihak yang tak jelas, Gilang terkenal selalu tahu apa yang terjadi di lingkungan tersebut.
Siang itu, David mendatangi sebuah bar di pinggiran kota, tempat di mana Gilang biasa nongkrong. Bar itu penuh dengan aroma alkohol dan asap rokok yang menyengat. Ruangan penuh dengan pria-pria bertampang garang, tatapan mereka penuh kewaspadaan. Mereka hanya melirik sekilas pada David, lalu kembali tenggelam dalam minuman dan percakapan mereka.
Di pojok bar, Gilang duduk sambil menghisap rokoknya, mata sipitnya melirik tajam ketika David menghampirinya. Dengan seringai sinis, Gilang menyapa, "David? Wah, udah lama que gak lihat lo nongkrong di sini. Dunia lagi sepi, ya?"
David duduk tanpa basa-basi, menatapnya dengan serius. "Gue gak main-main, Gilang. Gue perlu informasi. Tentang Tony."