David berjalan terseok-seok melewati Lorong-lorong kota yang sepi malam itu, dengan luka-luka yang masih berdarah setelah perkelahian terakhirnya. Cahaya lampu jalan yang temaram menyinari wajahnya yang lelah, dan setiap langkah terasa semakin berat. la baru saja melalui pertarungan yang meninggalkan bekas lebam di wajahnya, luka sobek di lengan, dan rasa sakit yang menyayat di dadanya-tapi yang paling mengganggunya adalah bayangan wajah Iwan, sahabatnya, yang terbunuh dengan kejam. Hatinya bergemuruh, penuh dendam yang tak kunjung padam.
Perjalanan pulang malam itu terasa panjang dan sunyi. Setibanya di rumah, David membuka pintu dengan susah payah dan masuk, hampir jatuh tersungkur di depan sofanya. Napasnya masih tersengal, dan ia menyentuh luka di pipinya yang mulai membengkak. la menghempaskan tubuhnya di sofa, kepalanya bersandar sambil menatap langit-langit, membiarkan semua rasa sakit itu menguasainya sejenak.
Di tengah kesunyian itu, pikiran David terus berputar. Rasa bersalah menghantui dirinya, dan dendam pada Tony, orang yang ia tahu sebagai pembunuh Iwan, semakin membakar di hatinya. Dia sudah berjanji dalam hati, tidak peduli apa pun yang terjadi, Tony harus membayar untuk ini.
Namun, ketika ia sedang tenggelam dalam pikiran itu, tiba-tiba ponselnya berdering. la meraih ponselnya dengan malas, berharap itu bukan kabar buruk lainnya. Ketika melihat nama yang tertera di Layar, David terkejut: Joko.
David terdiam, merenung sejenak. Joko adalah teman lama, seseorang yang pernah bersamanya di dunia hitam. Mereka sudah lama tidak berhubungan, tetapi jika ada orang yang tahu bagaimana mencari Tony, mungkin itu adalah Joko.
Dengan napas panjang, David mengangkat telepon.
"David," suara Joko terdengar rendah dan berat di ujung telepon. "Ini gue, Joko."
"Ko," balas David dengan suara serak. "Ada apa? Lo nggak mungkin telepon cuma buat basa-basi, kan?"
Joko terdiam sejenak sebelum akhirnya menjawab, "Gue dengar kabar lo nyari Tony. Bener?"
Mendengar nama itu, amarah David kembali membara. "Iya, Ko. Dia udah ngerenggut satu-satunya orang yang gue anggap keluarga."
Joko terdiam, dan David bisa mendengar helaan napas panjang dari ujung telepon.