JEJAK LANGKAH BAPAK

SISWANTI PUTRI
Chapter #3

Pesan Dari Bapak

"Kamu sadar apa yang kamu katakan hah!!?" Mata ibu melotot, tangan kanannya tak tinggal diam karena telunjuk itu kini mendarat di dahiku sambil menujuknya dengan kasar. Aku sebenarnya takut setiap kali ibu marah, padahal hampir setiap hari merasakannya, namun itu masih belum cukup membuatku terbiasa. Ditambah sebagai anak yang tak ingin menjadi durhaka, semua perlakuan ibu pada akhirnya aku terima dengan lapang dada.

"Kamu punya otak, pakai otak kamu buat berfikir. Kamu gila mau menikah dengan pria dewasa berumur 50 tahun!!?" Suara ibu sangat keras, berteriak murka sampai mengabaikan juragan Tatang yang masih berdiri di depan kami. Wajah ibu yang marah memang selalu membuatku gemetar, bentakan yang keluar dari mulutnya juga mampu membuatku merinding dan berkeringat dingin.

Kemarahan ibu lebih menyeramkan dibandingkan bertemu jenglot, pocong, genderuwo, suster ngesot dan bangsa-bangsa lainnya. Yah, walaupun aku tak pernah sekalipun melihat salah satu makhluk halus itu. Tapi kurasa ibu memang lebih menyeramkan dari mereka semua.

Terbukti di kampung ini ibu sudah menjadi ketua dari geng yang memiliki 50 anggota ibu-ibu. Bergerak sebagai pembela kaum-kaum lemah yang sering dihina dan tak luput dari ketidakadilan dari tetangga yang lebih mampu. Karena itu juga ibu dan anggotanya dikenal sebagai geng Romumusa (rombongan muka-muka susah), julukan itu diberikan oleh orang kaya yang kesal dengan keberadaannya.

Tapi walaupun begitu, juragan Tatang bukanlah orang yang bisa dihadapi. Di kampung ini, kekuasaannya lebih tinggi. Bahkan bisa membungkam kepala desa.

"Maaf Juragan, saya memang salah karena gak pernah lagi menyetor uang pinjaman. Padahal Juragan memberi keringanan untuk dicicil kalau gak bisa bayar sekaligus. Tapi saya gak bisa korbanin Jamila. Kalau memang gak ada cara lain, Juragan bisa penjarakan saya."

Ucapan ibu terdengar seperti dengungan yang berhasil membuyarkan lamunanku. Seketika aku menoleh, menatap ibu yang terlihat sungguh-sungguh dengan ucapannya. Sebagai anak yang pernah berada dirahimmya, tentu saja aku menolak ibu dipenjarakan. Bahkan jika sikap ibu kadang tak baik padaku, selalu mencubit dan menjewer kupingku setiap kali dia kesal.

Lihat selengkapnya