"Ibu keliatan bersemangat sekali." Pagi ini entah kenapa suasana rumah tak lagi suram. Hawa-hawa mencekam kini tak lagi terlihat, dan itu semua karena ibu yang terlihat berbeda. Wajah murung itu digantikan raut berseri. Namun sejujurnya, ini sangat aneh buatku, bahkan aku meringis melihat senyum lebar tak kunjung surut walaupun ibu sedang mencuci pakaian sebaskom.
"Ibu sehat?" tanyaku ragu, mendekat kemudian berjongkok di samping ibu yang semakin terlihat bahagia setelah mendengar pertanyaanku. Saat bingung seperti ini, tanganku pasti tak bisa tinggal diam, hingga kini menggaruk bagian belakang kepala melihat keanehan dari wajah yang biasanya terlihat datar.
Ibu kesurupan kah?
"Kemarin Ibu udah bilang kalau bapakmu kirim pesan, bapakmu juga akan kirim uang buat bayar pinjaman. Tapi tadi pagi bapakmu kirim pesan lagi, bapakmu bilang dia akan pulang besok." Setelah ibu menyelesaikan kalimatnya, hatiku tiba-tiba berdebar. Merasakan gejolak bahagia hingga tanpa sadar ikut tersenyum lebar. Pantas saja ibu terlihat berseri pagi ini, pujaan hatinya akan kembali. Pulang ke rumah setelah sempat putus kontak dengan kami beberapa tahun.
"Di mana Hp Ibu?" Sedikit mendesak aku bertanya pada ibu. Saat mendapat jawaban, buru-buru aku kembali ke ruang depan mengambil Hp jadul yang layarnya sudah pecah. Aku membuka pesan di dalam sana, membaca berulang-ulang tulisan panjang yang dikirim bapak. Oke, aku tak sepenuhnya membaca keseluruhan, karena yang tertera sebagiannya isi hati ibu yang disampaikan pada bapak. Mengenai betapa rindunya pada sosok itu, dan juga betapa kesepiannya setiap malam di dalam kamar, tak bisa mendekap dalam kehangatan karena di sampingnya kini kosong setelah bapak merantau ke kota.
Ibu memang begitu mencintai bapak, dulu saat bapak masih di sini, setiap hari aku bisa melihat ibu yang bermanja-manja tanpa memperdulikan keberadaanku. Jadi aku bisa melihat betapa tersiksanya ibu saat bapak tak berada di dekatnya. Belahan jiwa yang menjauh memang membuat hati nelangsa.
Bahkan aku pun sangat ingin dimanja lagi oleh bapak. Ingin digendong pada punggungnya, merasakan elusan pada kepala, dan yang paling sangat kurindukan adalah naik motor bebek berdua sembari berkeliling kampung menikmati angin sore yang terasa sejuk. Sepertinya keinginan berkumpul dengan bapak lebih ingin kuwujudkan dibandingkan menikah dengan juragan Tatang dan menjadi nyonya muda dalam rumah besar itu.
"Bantu Ibu bersih-bersih rumah."
Aku meletakkan Hp jadul ditanganku mendengar perintah ibu, untuk menyambut kepulangan bapak, kebersihan rumah memang perlu dilakukan. Oleh karena itu hari ini aku memutuskan tak pergi ke sekolah karena mau membantu ibu. Lagipula ini hari sabtu, dan besok hari minggu. Jadi alpa satu hari tentu tak masalah buatku. Proses belajar mengajar pastinya tetap berjalan walaupun ada satu orang yang tidak hadir di dalam kelas. Hanya saja mungkin guru akan rindu padaku karena salah satu muridnya yang pintar dan membanggakan tak masuk sekolah hari ini.
Walaupun orang-orang sering salahpaham denganku, bahkan mengatakan aku kurang waras. Tapi sejujurnya di sekolah aku menjadi anak emas dan murid kebanggaan. Bukannya sombong, tapi sekali-kali pamer tak masalah. Ini bukan juga karena haus validasi, hanya ingin menjadi contoh para anak lain untuk bisa sepertiku. Berguna bagi sekolah.
"Ya Allah Jamila, Ibu nyuruh kamu bantu Ibu bersih-bersih rumah. Bukan bengong sambil senyum-senyum." Teriakan membahana dari mulut ibu membuatku terperanjat. Kepulangan bapak nampaknya tak begitu sepenuhnya mengubah sikap ibu menjadi manis. Jadi salahkah kalau aku kadang berfikir jika sebenarnya aku yang cantik jelita ini adalah anak pungut?