Prolog
“Namanya Nimal.”
Tia urung menyesap teh, menatap suaminya penuh tanya.
“Itu … pegawai dari bagian lain, yang lagi ditugasin di bagianku.” Darel, suami Tia, menatap istrinya seolah memberi jawaban.
“Kemarin dia bilang gini, ‘Gila, ya. Gue masih trauma liat baju-baju anak cewek. Harusnya anak gue yang cewek umur lima tahun juga!’” lanjut Darel.
Tia masih diam menyimak obrolan Darel. Ini bukan kali pertama Darel menceritakan teman-teman di kantornya. Bahkan bisa dibilang Tia hampir tahu seluruh nama teman-teman kantornya. Namun entah kenapa, ada debaran yang tidak biasa dalam hatinya.
“Dia dulu lahirin anak kembar. Cowok cewek. Tapi yang cewek meninggal begitu dilahirkan. Anaknya yang cowok sekarang umur lima tahun,” Darel masih terus melanjutkan cerita dengan antusias tanpa menyadari perubahan ekspresi istrinya.
Tia menyesap teh, mencoba meredam gemuruh yang dia rasakan.
“Baru masuk di bagian kamu tapi udah cerita macem-macem?” tanya Tia.
Darel menatap Tia terkejut, “Maksudmu?”
“Iya, kamu bilang dia baru ditugasin di bagian kamu, kan? Tapi kok ceritanya udah kayak deket lama.”
“Deket gimana? Biasa aja,” jawab Darel. Namun suaranya terdengar tidak biasa.
“Ooh … tapi seru kayanya, ya.” Tia menatap Darel lama. Memilih tak berkomentar lagi. Darel tampak gugup dan mengalihkan pandangan.
***
Tia Anindita, seorang wanita yang menjalani pernikahan jarak jauh atau long distance marriage dengan suaminya, Darel.
Pagi ini kesibukannya bertambah, selain menyiapkan keperluan kedua anak dan keperluannya sendiri, ada Darel yang datang sebelum Subuh tadi. Tentu saja kebahagian menyelimuti hati, walau kesibukan lebih terasa.
“Kita diantar Ayah kan, Ma?” Princess, putri keduanya, menatap Tia berbinar.
Tia mengangguk dan mengusap kepalanya.
“Ayo, habiskan sarapannya,” jawabnya.