Mulyadi adalah seorang pemuda yang penuh semangat. Setiap pagi, sebelum matahari terbit dan sinar pertamanya menyapa desa, ia sudah bangkit dari tidurnya. Dengan hati yang berdebar penuh harapan, Mulyadi mempersiapkan diri untuk menjalani hari baru. Ia mengenakan seragam sekolah yang sudah agak pudar warnanya, lalu dengan cepat menyisir rambutnya yang hitam dan sedikit berantakan. Walaupun sederhana, penampilannya selalu rapi dan bersih. Itu adalah salah satu cara Mulyadi untuk menunjukkan bahwa ia menghargai pendidikan dan kesempatan yang ia miliki.
Perjalanan menuju sekolah tidaklah mudah. Mulyadi harus berjalan kaki sejauh 10 kilometer setiap hari. Sepatu lusuh yang sudah banyak tambalan menjadi sahabat setianya dalam perjalanan ini. Setiap langkah terasa berat, terutama saat melewati jalanan berbatu dan berlumpur. Namun, Mulyadi tidak pernah mengeluh. Setiap kali lelah menyergap, ia hanya perlu mengingat impiannya. Dan impian itu lebih cerah daripada langit pagi yang menghiasinya dengan nuansa oranye dan biru.
Mulyadi selalu memikirkan langkah demi langkahnya sebagai sebuah perjalanan menuju masa depan yang lebih baik. Dengan setiap langkahnya, ia membayangkan bagaimana pendidikan bisa mengubah hidupnya, mengubah nasib keluarganya. Dia tahu bahwa dengan belajar dan mendapatkan pendidikan yang baik, suatu saat nanti, ia bisa menjadi seseorang yang berguna tidak hanya untuk dirinya, tetapi juga untuk ibunya yang selalu bersamanya dalam suka dan duka.
Setibanya di sekolah, suasana kelas yang sederhana dengan papan tulis yang tergores dan kursi-kursi kayu berdecit selalu menyambutnya. Meski tidak semewah sekolah di kota, Mulyadi merasa bersyukur bisa belajar di sini. Di dalam kelas, dia adalah siswa yang paling rajin mengangkat tangan setiap kali guru bertanya. Ia percaya bahwa setiap pertanyaan adalah kesempatan untuk belajar dan memperbaiki diri.
Mulyadi juga dikenal sebagai siswa berprestasi. Ia selalu mendapatkan nilai bagus dalam ujian dan tugas. Bukan hanya itu, ia sering kali membantu teman-temannya yang kesulitan. Mulyadi percaya bahwa pengetahuan harus dibagikan. Jika teman-temannya berhasil, maka itu adalah kebanggaan tersendiri baginya. Melihat teman-teman yang bahagia setelah memahami pelajaran, membuat hatinya hangat.
Hari-hari di sekolah penuh dengan kesibukan dan tawa. Ada momen ketika Mulyadi dan teman-temannya berkumpul di luar kelas, bermain bola atau sekadar bercerita. Namun, saat bel sekolah berbunyi, semangat belajar mereka akan muncul kembali. Semua suara gaduh akan menghilang, digantikan dengan suara guru yang mengajar. Mulyadi selalu menyiapkan buku catatan dan pulpen, siap mencatat setiap pelajaran berharga yang diajarkan.
Di balik semua itu, ada satu hal yang selalu mengisi pikirannya. Ia memiliki cita-cita yang tinggi, sebuah mimpi yang besar dan kuat. Setiap kali duduk di bangku sekolah, Mulyadi selalu membayangkan masa depannya. Dia ingin melanjutkan pendidikan hingga perguruan tinggi dan kelak menjadi seorang guru. Ia ingin mendidik anak-anak di desanya agar mereka bisa mengubah nasib mereka, seperti yang ia impikan. Mulyadi ingin menjadi teladan, seseorang yang bisa membuktikan bahwa pendidikan adalah kunci untuk keluar dari kemiskinan.
***