Butir-butir air hujan menghiasi kaca kapsul terbangnya. Baru setengah jam lalu ia bertemu anak-anaknya dan rindu sudah menerpanya kembali. Ketika si sulung sudah berumur tiga belas, pasti akan kubawa. Namun suaminya bersikukuh bahwa umur tiga belas terlalu muda untuk dikenalkan dengan dunia kerja orang tuanya.
“Masa? Kamu dulu masih sepuluh waktu merakit Bruno” candanya. Robot anjingnya menyalak senang dan melompat ke pangkuannya.
Suaminya tertawa dan mengelus singkat anjingnya. “Tapi proyek ini terlalu berbahaya buat anak-anak sayang” jawab suaminya, “mungkin lebih layak umur delapan belas.”
Ia cemberut, menyesali keputusan untuk kembali ikut dengan suaminya. Seharusnya sekarang ia sedang mengajari si sulung membaca sembari menyusui si bungsu. Namun ia tahu proyek ini juga akan membahayakan anak-anaknya.
Hujan makin deras di luar dan sepertinya udara sangat dingin hingga tercipta kabut pekat di jalanan. Suaminya mengaktifkan kemudi otomatis agar lebih aman dan setelah itu memejamkan matanya. Ia tahu suaminya tidak tidur, hanya tenggelam dan larut dalam pikirannya.
“Nala,” panggilnya tiba-tiba, “aku lupa melihat berita, siapa yang memenangkan pemilu?”
Suaminya tak pernah menonton berita, ataupun televisi, menurutnya media telah merekayasa sebagian berita hingga fakta yang tersisa sangat sedikit, atau bahkan tidak sama sekali.