Malam ini kelabu, dengan badai meraung raung diluar sana. Arya mulai mengkhawatirkan neneknya yang tak kunjung pulang. Ditutupnya jendela dan pintu rumahnya agar angin dan hujan tak masuk kedalam. Suara hujan teredam sepenuhnya dan menyisakan bunyi bising yang sepertinya berasal dari robot anjingnya.
Bruno, nama robot anjing itu. Adiknya sangat menyukai robot itu walau akhir-akhir ini sering tak berfungsi dengan baik. Dulu Bruno diciptakan sebagai anjing penjaga milik orang tuanya dan jarang sekali mengeluarkan suara hingga kemarin malam.
“kapan nenek pulang?” tanya Apta, adiknya.
“mungkin besok, cuacanya tak memungkinkan untuk pulang.” Dustanya, lalu dilihatnya Apta semakin murung “aku janji setelah nenek pulang, kita perbaiki Bruno bersama-sama ya!”
Apta mengangguk senang, lalu kembali bermain dengan Bruno, walau robot itu sekarang hanya bisa diam dan mengeluarkan bunyi kelotak-kelotak nyaring. Layar di televisi menunjukkan berita badai yang diperkirakan akan berlangsung hingga 2-3 hari kedepan. Sekilas Arya hampir salah mengenali robot pembawa acara sebagai manusia. Robot perempuan dengan rambut hitam pendek dan mata coklat yang persis manusia.
Arya bahkan bertanya -tanya apakah ia sebenarnya setengah robot. Pasti sangat keren menjadi cyborg dan mempunyai tangan yang bisa berubah menjadi senapan. Lamunannya terpecah oleh suara Bruno yang semakin berisik.
“Kak, Bruno tiba-tiba jatuh!” teriak Apta panik, namun tetap memegangi kepala robot anjing itu. Gerakannya sangat ganjil, kaki-kaki robotnya bergerak dengan sangat cepat dan bunyi kelotak-kelotak itu bertambah nyaring. Apta berjengit dan menjauhkan tangannya dari kepala Bruno.
“overheat,” ucap Arya panik. Ia lalu bergegas mematikan Bruno dengan memencet tombol darurat di hidungnya, namun Apta malah menggenggam tangannya.
“Jangan kak nanti Bruno mati” ucapnya dan menarik-narik tangan Arya dengan panik. Arya menepisnya dengan susah payah dan kemudian memencet tombol itu dengan sangat hati-hati.
Bruno berdesing nyaring hingga Arya pikir robot itu akan meledak. Namun kemudian sunyi dan Bruno berhenti bergerak. Kedua kakak beradik itu terlalu kaget untuk bergerak, takut sewaktu-waktu robot itu meledak dan menghancurkan seisi rumah. Namun setelah lima detik mematung, Arya berniat memindahkan Bruno, dengan Apta yang bersembunyi di belakangnya.
Digendongnya robot anjing itu ke meja luas di depan televisi. Model Bruno termasuk kuno untuk ukuran robot anjing yang saat ini banyak diproduksi di pasaran. Ia bahkan tak mempunyai rambut sintesis seperti robot anjing lainnya. Bruno sepertinya diproduksi dengan tujuan praktis, mengingat umurnya yang sudah puluhan tahun, kata neneknya.
Apta mulai menangisi Bruno, dan memanggil-manggil namanya, yang menurut Arya sangat konyol karena Bruno tak mungkin mati, ia bisa diperbaiki dan kembali menjadi anjing penjaga mereka.
“Tidurlah,” ucapnya sembari mengelap air mata adiknya “besok kita bawa Bruno ke bengkel paman Tom”
Paman Tom, atau sering dipanggil Tom gendut olehnya, adalah mekanik andal kerabat neneknya. Ia sering mengganti oli untuk Bruno dengan harga yang sangat murah. Harga teman, katanya.
Tetapi Arya yakin sekali ada yang tidak beres dengan bruno kali ini. Olinya baru diganti tiga hari yang lalu dan bunyi kelotak-kelotak itu masih terdengar ketika memindahkan Bruno. Arya mendekatkan telinganya ke perut besi Bruno ketika Apta sudah menutup pintu kamarnya.
Tak tak tak