Pian berjongkok di hadapan sebuah makam yang masih merah dan beraroma basah. Bunga yang ia petik dari pohon-pohon kemboja di sekitar pemakaman, selesai ia tabur. Membuat gundukan tanah yang semula hanya merah, kini berkelir putih dari kuntum kemboja. Tak seperti makam-makam lain, gundukan dengan nisan kayu bertuliskan nama Sadirman itu menjadi satu-satunya yang paling baru. Kemarin siang, bakda salat Zuhur, si empunya dimakamkan Pian bersama beberapa orang warga.
Pian kembali memperbaiki posisi jongkoknya. Air mukanya lagi-lagi gerimis. Sama seperti ketika kali terakhir ia mengantar sosok ayah angkatnya itu ke dalam pusara. Bagaimana tidak, selama ini Pian sama sekali tak memiliki siapa-siapa selain Sadirman. Pun demikian halnya dengan lelaki renta bermata cekung yang dipanggil Tuhan kemarin pagi itu. Sadirman hanya memiliki Pian, pemuda yang dulu ia pungut sedari orok dari salah satu sudut pemakaman. Dua puluh dua tahun lalu, ketika hendak membersihkan area pekuburan, lelaki yang bekerja sebagai penjaga makam itu menemukan seonggok bayi merah di dalam kardus bekas mi instan. Hanya dua lembar kain jarik usang yang tetap menjaga si bayi tidak meronta ditusuk dingin udara.
Kepada Pian, yang sudah dianggap darah dagingnya sendiri, lelaki bertubuh kering dengan koleksi uban memenuhi kepala itu pernah bercerita kalau dulu ia sempat memiliki seorang perempuan yang begitu dicintainya, bahkan sampai Sadirman mengembuskan napas terakhir kemarin. Sulastri, perempuan beraroma cendana, begitu Sadirman menyebut nama perempuan itu. Sayang, pada suatu pagi yang dibasahi gerimis, lebih dari dua puluh dua tahun lalu, Sulastri tiba-tiba menghilang. Meninggalkan Sadirman sebatang kara. Tanpa kabar. Membuat hati Sadirman seketika carut-marut, seakan separuh nyawanya hilang tercerabut.
Berbulan-bulan Sadirman setia menunggu perempuan yang ia cintai itu kembali. Namun, selalu saja lelaki itu dihadapkan pada sebuah kehampaan. Sulastri tak kunjung pulang. Bahkan ketika Sadirman menemukan seonggok bayi yang kemudian ia beri nama Pian pun, perempuan tersebut sama sekali tak menunjukkan batang hidungnya. Tercium aroma cendana dari tubuhnya yang segar dari kejauhan saja tidak.