Jejak Rasa

129_
Chapter #2

Page 2

Saat ini Kiran sedang berada di salah satu desa terpencil yang ada di Sumatera Utara. Provinsi yang penduduknya terdiri dari orang-orang dengan latar belakang budaya dan agama yang berbeda-beda. Namun perbedaan itu tidak membuat suatu celah, melainkan kebersamaan yang sangat harmoni.

Sementara itu sangat sulit bagi Kiran hanya untuk mendengar kan celoteh manusia, klakson yang memekakkan telinga dan suara deru motor yang sangat berisik. Karena sekarang hanya ada beberapa sapaan warga desa dan suara burung yang berkicauan untuk mencari tempat bernaung.

Setelah puas memandangi desa ini Kiran berjalan kaki menuju klinik yang akan menjadi tempat bekerjanya.

"Apa kau dokter yang akan melindungi desa ini?" ucap seorang lelaki yang baru saja datang dengan tergesa-gesa. awalnya Kiran terkejut karena lelaki itu berbicara begitu kasar. Tapi barulah kiran sadar bahwa saat ini kiran sedang berada di Sumatera Utara.

"Iya mas, boleh kah saya tahu dimana klinik itu berada?"

"Ayo, ikut denganku."

Lelaki yang sama sekali tidak dikenal oleh Kiran menunjukkan jalan menuju klinik, sesekali lelaki itu tampak menegur beberapa orang yang mereka lalui. Hingga tibalah mereka di sebuah klinik yang terlihat kumuh dan tidak terurus.

"Apa didesa ini hanya ada klinik ini?"

Ucapan Kiran membuat raut wajah lelaki itu menjadi sendu. Terlihat dari tatapan sayu yang memandang ke arah klinik yang sudah tidak terurus itu.

"Cuma ini yang kami punya sekarang, tidak ada lagi." ucap lelaki itu dengan logat batak yang masih melekat.

"Tidak apa, ayo bantu saya merapikan tempat ini." ucapan Kiran membuat lelaki itu menjadi bersemangat.

Lalu mereka membersihkan dan merapikan seisi klinik, sampai tibalah beberapa orang datang untuk membantu mereka. Suasana seperti ini sangat jarang sekali kiran temukan di ibu kota. Kiran merasa sangat senang hari ini, warga di desa ini sangat ramah dan peduli pada Kiran. Bahkan ada salah satu warga yang berempati membuat makanan ringan dan minuman untuk warga yang sedang bergotong-royong.

"Wah ini enak sekali Bu..." ucap Kiran seraya memakan kue khas medan.

"Makanlah kau yang banyak, kalau mau tau ini namanya kue Lapet."

"Lapet?" Kiran berpikir negatif saat ini.

"Iya Lapet, kue khas medan yang dibuat dari tepung beras juga kelapa parut dan dibungkus dengan daun pisang."

"Ohh... Baru tau saya Bu, terimakasih untuk kuenya ya Bu."

Begitulah keindahan yang tersirat di beberapa daerah yang ada di negri kita, Walau tidak semua orang mengetahui nya tapi inilah kenyataan nya. 

_ _ _

Rintik hujan yang menenangkan bagi Kiran. Kiran terus memandangi bulir-bulir hujan itu dengan tentram dan seksama. Tangannya memegang segelas hot matcha dan kalung dengan liontin yang indah. 

Dirinya pun terbuai akan alunan suara hujan yang membasahi bumi. Mata indahnya masih tertuju pada tanaman Monstera yang sangat hijau dan mengkilau karena rintikkan air hujan. Tentu Kiran tidak akan meninggalkan kesempatan untuk bersantai seperti ini.

"Ran?" Kiran menoleh ke arah pintu dibelakangnya, dan ia menemukan Dinda yang sedang berdiri tegak di dekat pintu dengan membawa sepiring gorengan. 

Dinda melangkah mendekat ke arah Kiran.

"Galau, Ran?" tanya Dinda yang baru saja mendaratkan bokong nya di kursi kayu sebelah Kiran.

"Haha, ya gak lah." 

"Desa ini sepertinya seru ya, Ran?" ucapnya lalu mencomot gorengan dan memakan nya dengan perlahan. 

Lihat selengkapnya