Rumah yang tidak terlalu besar, juga tidak terlalu kecil adalah tempat tinggal yang nyaman untuk tempat tinggal Kiran, Kayla, dan Dinda. Sedangkan, Tomi dan Brian tinggal di sebelah mereka. Dua rumah yang terpisah namun saling berdekatan.
Kiran senang memiliki teman yang sangat mengerti kondisi hati Kiran dan selalu ada untuk kiran.
Hari ini mereka sudah siap untuk memulai karirnya di desa ini. Tanpa menggunakan kendaraan, mereka berjalan kaki menuju klinik. Melewati sawah warga desa dan sesekali bercanda gurau bersama.
"Wah sudah ramai saja ya Ran." ucap Tomi sesampainya di klinik. Dan terlihat beberapa orang sudah duduk di kursi panjang yang sudah di sediakan.
"Selamat pagi Bapak/lbu..." ucap Kayla dengan semangat dan semua orang menjawab sapaan Kayla lebih semangat lagi.
"Untuk pembukaan klinik kita hari ini, kita akan mengadakan acara makan bersama." semua orang terlihat sangat bahagia dengan ucapan yang Kayla lontarkan.
Tapi ada satu yang mengganjal di hati Kiran. Dimana lelaki yang membantu kiran semalam? Mengapa ia tidak menunjukkan dirinya di sini? Dan mengapa Kiran tidak menanyakan soal namanya? Sungguh ini adalah kesalahan terbesar Kiran selain menghilang kan tumbler yang bermerek tupperware milik mamanya.
"Bu saya mau tanya, Ibu tau tidak pria tinggi dengan kulit sawo matang yang membantu saya semalam?" ucap Kiran pada salah satu warga yang ikut bergotong-royong semalam.
"Oh itu si Adam."
"Oh... Namanya Adam." ucap Kiran yang dianggukan lawan bicaranya.
"Sepertinya dia sedang mengurus sawahnya."
"Kira-kira rumah Adam dimana ya, Bu?"
"Tidak jauh dari klinik ini, kau hanya terus saja dan jumpa pendopo dekat situ rumahnya."
"Ohya terimakasih, Bu." ucap Kiran lalu melanjutkan aktivitas nya membantu warga menyiapkan makanan untuk acara makan bersama yang mereka sendiri membuat makanannya.
Acara ini berjalan dengan lancar yang diselingi tawa canda warga dengan Kiran dan teman-temannya. Tapi, ntah mengapa Kiran masih penasaran dengan lelaki yang baru saja Kiran tau namanya adalah Adam. Sebelumnya Kiran jarang sekali penasaran sangat mendalam pada seorang laki-laki. Yasudahlah ini mungkin hanya perasaan Kiran saja.
_ _ _
Sore ini terlihat sangat mendung, tidak seperti sore sebelumnya yang cerah kelihatannya. Kiran dan teman-temannya sedang berjalan pulang menuju rumah inap mereka. Mereka melewati persawahan warga yang sangat asri. Sesekali burung terlihat hinggap di padi yang sudah tampak berisi.
Dinda dan Kayla menggandeng tangan Kiran kanan kiri, sedangkan Tomi dan Brian berjalan dibelakang mereka dengan wajah yang letih. Untungnya dalam perjalanan pulang hujan belum jatuh membasahi bumi.
Setelah beberapa menit berjalan di jalan yang cukup sepi, akhirnya mereka sampai di kediaman mereka dengan langkah gontai memasuki rumah.
Sangat melelahkan bagi mereka, karena biasanya mereka menggunakan kendaraan pribadi untuk pergi ataupun kerja, tapi ini tidak. Mereka memilih untuk berjalan kaki, meski mereka membawa kendaraan pribadi ke desa ini.
Kiran merebahkan dirinya di single kasur yang berlapis kain sprei berwarna merah tanpa motif. Sangat nyaman rasanya meski kasurnya tidak selembut dan sebesar yang ada dirumahnya.
Ia terus menatap tanaman Kaktus mini yang ia letakkan di ventilasi jendela kamarnya. Tanaman Kaktus itu baru saja ia beli semalam. Kaktus berjenis San Pedro itu berbentuk setengah lingkaran dengan ukuran kecil di pot putih bundar. Tanaman Kaktus adalah tanaman dari anggota tumbuhan berbunga famili Cactaceae. Kiran sengaja memilih tanaman ini, karena tanaman ini dapat tumbuh di waktu yang lama tanpa air. Begitulah Kiran, ia sangat suka apapun itu yang berjenis tumbuhan, namun ia sangat malas untuk merawatnya.
Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan pukul 18:05 WIB, Kiran pun menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang sudah sangat lengket akibat aktivitasnya hari ini.
"Din, Lo tau gak? Kalo Kiran tadi lagi nanyain rumah cowo, kalo gak salah namanya Adam."
"Masa sih, Kay?" Dinda ragu akan penyataan Kayla atas Kiran.