"Hallo, Ran." ucap seseorang diseberang sana dengan rintihan yang sangat mendalam.
"Iya, Ma. Mama kenapa? Mama tidak diperlakukan seperti hewan oleh monster itu kan?" ucap Kiran panik setelah menjawab telpon dari Mamanya.
"Kiran, kamu baik-baik saja kan disana?"
"Tidak Ma, jiwa ku masih tidak baik-baik saja. Walau sekali pun aku ditempatkan di tempat yang paling baik."
"Kiran anak Mama, jangan pulang dulu ya Ran. Tetap disana sampai semua baik-baik saja."
"Sampai Mama pergi ninggalin Kiran?" ucap Kiran tersedu-sedu.
"Ehh Kiran kok nangis, kamu kan Anak Mama yang paling kuat. Mama tidak akan ninggalin Kiran," ucap Lita dengan isakan yang ditahan dan dapat terdengar oleh Kiran.
"Kiran gak bakal nangis kalo mama baik-baik saja."
"Mama baik-baik saja Nak, jangan khawatir. Dan ingat pesan Mama, tetap disana sampai Mama suruh kamu pulang." ucapan Lita membuat Kiran semakin bersedih, Kiran tau bahwa Mama nya sedang tidak baik-baik saja. Tapi apa boleh buat Mama nya yang menginginkan Kiran tetap tinggal disini dalam jangka waktu yang panjang.
"Udah dulu ya Nak, Mama mau istirahat. Kamu jaga diri baik-baik, Mama cinta Kiran. Assalamu'alaikum." ucap Lita lalu memutuskan sambungan telepon yang Kiran belum sempat untuk menjawabnya.
Kini Kiran hanya diam dengan air mata yang terus mengalir. Duduk di teras rumah sambil menatap kosong kearah langit hitam yang tanpa dihiasi bintang itu.
'Senyum itu palsu, aku benci kata baik-baik saja. Karena yang ku tahu hanya suara rintihan dan tatapan sayu yang menghiasi wajah itu, walau aku tidak bisa melihat nya lagi.'
Semilir angin malam ini menerpa wajah sembab Kiran, sudah berjam-jam Kiran berada di pelataran rumahnya saat ini. Hingga membuat Dinda terjaga, dan saat melihat Kiran tidak ada di kamar Dinda mencoba mencari ke dapur, toilet dan Dinda menemukan Kiran di pelataran rumah.
"Kiran, kamu kok belum tidur? Kok masih diluar? Ini dingin banget Ran, bisa sakit nanti kamu."