"Wah siapa sangka kita akan bertemu disini."
"Kau sedang apa?"
"Menikmati yang sebenar-benarnya hidup, meski aku akan menghadapi yang lebih benar dari hidup." Kedua mata itu terus menatap ke arah objek hijau didepan sana.
"Cerita saja jika itu perlu," ujar Adam.
"Apa kamu akan mendengar nya?" ucap Kiran dan menoleh ke arah Adam.
"Tentu."
Kedua insan itu saling menatap tanpa ragu, padahal mereka baru saja berjumpa di waktu yang singkat.
"Menurut mu apakah dendam akan dapat membalas semua perlakuan manusia yang selalu memperlakukan manusia secara tidak manusiawi?"
"Tidak, itu hanya akan menambah amarah yang tidak berujung." ucapan Adam membuat Kiran membeku.
"Dan itu tidak akan membuat kita tenang," sambung Adam.
"Tapi bagaimana jika ketenangan itu dapat dari dendam yang terbalas?"
"Ketenangan yang kau maksud itu hanya ucapan ragu yang tidak bernilai." Dan sekali lagi ucapan Adam menusuk tepat sasaran.
Kiran diam, matanya masih menatap lekat mata Adam yang kini tidak menatap Kiran. Kiran merasa bebannya terlepas begitu saja saat bercerita dengan Adam, padahal Adam hanya lelaki yang baru saja ia kenal. Perbedaan langsung saja terlihat saat Kiran bercerita dengan temannya juga pada Adam, temannya mungkin menenangkan tapi Adam memecahkan jalan keluarnya.
"Semoga manusia tidak akan selalu terikat pada dendam yang akan menghancurkan nya, walaupun ia sudah disakiti diluar batas kendali," ucap Adam sembari menatap Kiran yang kini masih setia menatapnya.
"Tapi sabar juga ada batasnya Dam."
"Jika benar begitu maka perbaiki hukum alam bahwa sebenarnya sabar tidak pernah ada batas." Lagi dan lagi Kiran dibuat speechless oleh Adam. Kiran belum pernah menemukan lelaki dengan pemikiran seluas Adam.
Keheningan pun terjadi dengan Kiran yang memandang ke arah sawah didepannya juga Adam yang menelisik menatap Kiran.
"Kau mau ke klinik ya Ran?" ucap Adam memecahkan keheningan diantara mereka.
"Haa iya Dam."
"Ini masih pagi sekali Ran."
"Iya, makanya aku berhenti disini menikmati udara pagi desa ini," ucap Kiran seraya merentangkan tangan ke udara, tingkah nya itu membuat Adam tersenyum tipis.
"Kalau kamu mau kemana?" ucap Kiran sekali lagi dan memergoki Adam yang sedang menatapnya lekat, Dan itu membuat Adam menjadi malu.
"Eh e-engga kok," ucap Adam tergugup.
"Engga?" ucap Kiran bingung dengan jawaban Adam yang tidak nyambung sama sekali.
"Eh m-maksud aku engga kemana-mana, cuma jalan pagi aja." ucap Adam sembari menggaruk tengkuk yang tidak gatal.
"Yang benar..." ucap Kiran menggoda Adam.
"Kayaknya aku ada urusan Ran, duluan ya." ucap Adam lalu pergi meninggalkan Kiran yang tertawa geli melihat tingkah Adam.
"Lucu banget deh kamu, yaudah deh aku mau pergi ke klinik dulu. Dahh Adam," ucap Kiran pada dirinya sendiri, lalu pergi menuju klinik dengan rasa gembira.
Tidak tahu mengapa Kiran merasa suasana hati nya tidak seperti biasanya waktu sebelum berjumpa Adam. Sudahlah berhenti membicarakan Adam itu hanya akan membuat Kiran senyum-senyum sendiri.
Seperti biasa Kiran pergi menuju klinik tidak dengan kendaraan pribadinya melainkan berjalan kaki, Karena itu membuat Kiran merasa lebih sehat dan fresh. Biasanya Kiran didampingi dengan Kayla dan Dinda, tapi memang kali ini Kiran pergi duluan untuk jalan-jalan pagi.