Kayla membawa kapas dan mulai membersihkan darah yang menyeluruh di area wajah anak itu. Kiran pun menghentikan pendarahan dengan memberikan tekanan langsung pada cedera dengan membalutnya dengan perban. Kini mereka sedang menanganinya dengan sebagaimana tugas dokter dan suster sebenarnya. Sedangkan, Ayah dari anak itu menatap lirih anaknya dari pintu buram ruang anaknya dirawat. Matanya tidak berpaling sedikit pun, tangannya gemetar, baju yang berwarna putih kini sudah berubah menjadi merah terkena darah anak lelakinya. Ia tidak menyangka jika anaknya bernasib seperti ini. Ia menadahkan tangannya dengan mulut berkomat-kamit membaca ayat-ayat suci agar maha pencipta dapat memberikan kesempatan hidup untuk anaknya kali ini.
Disisi lain Kiran, Kayla, dan Dinda sedang berjuang untuk menyelamatkan nyawa anak yang tidak berdosa ini. Butuh waktu lama untuk menyadarkan nya dari pingsan akibat kecelakaan ini. Nafasnya tersengal-sengal, luka parah di sekujur tubuhnya membuat darah terus mengalir di bagian hidungnya. Peralatan diklinik ini pun terbatas, Kiran keluar dari ruangan dengan wajah cemas.
"Pak, kita harus membawanya ke kota sekarang juga. Alat diklinik ini terbatas, dan anak Bapak mengalami luka yang parah dibagian dalam." Sedangkan Ayahnya yang mendengar, semakin khawatir akan keadaan anaknya dan tidak berhenti menangis. Mereka pun bergegas menuju ambulance, untungnya klinik menyediakan ambulance. Anak lelaki dengan perban dikepala dan di bagian tubuh lainnya dimasukkan ke dalam ambulance. Kiran menyetir ambulance dan mengaktifkan tombol sirene ambulance pertanda dalam bahaya. Ambulance melaju dengan cepat yang diiringi suara sirene yang menggema di seluruh desa. Warga desa keluar dengan terbondong-bondong dengan rasa penasaran, siapa yang dibawa oleh ambulance? Pikir mereka.
Jarak desa dan kota lumayan terbilang jauh, Kiran menancap gas untuk cepat sampai ke rumah sakit yang ada di pusat kota. Roda ambulance berlaju dengan cepat seperti angin yang terhembuskan. Sedangkan, di jok belakang seorang Ayah sedang menggenggam tangan anak yang sangat di sayangnya. Tatapannya tidak pernah berpaling dari anaknya, genggamannya pun semakin erat. Mata anak itu terpejam dan membuat Ayahnya semakin ketakutan. Ayahnya takut jika mata itu terus terpejam dan tidak akan pernah terbuka lagi. Pikiran buruk selalu datang padanya disaat-saat seperti ini.
Sekitar beberapa jam lamanya akhirnya mereka pun sampai dipusat kota. Beberapa suster dan dokter yang di UGD sudah bersiap-siap untuk menangani kedatangan pasien gawat darurat. Anak tampan itu pun dikeluarkan dari ambulance menggunakan brankar rumah sakit. Beberapa orang yang melihat menatap dengan penuh kasihan, begitu juga dengan Kiran, Kayla dan Dinda. Ayahnya begitu rapuh saat ini, terlihat dari tangisan tanpa suara namun mampu menghancurkan setiap orang yang melihatnya. Mereka pun kini menunggu di koridor rumah sakit.
"Pak? Saya tau Bapak pasti khawatir dengan keadaan anak Bapak. Tapi, Bapak harus tetap kuat untuk anak Bapak," kata Kiran untuk menguatkan jiwa rapuh lelaki paruh baya di sebelahnya.
"Pak, kalau boleh tau apa Bapak sudah beritahu kejadian ini pada Ibunya?" tanya Kayla.
"Ibunya sudah meninggal, meninggal saat melahirkannya." Sungguh Kayla merasa menyesal atas ucapannya tadi.
"Maaf ya Pak, saya tidak tahu," ucap Kayla menyesal.
"Tidak apa," balasnya.
Tring tring...
Suara dering ponsel menginstrupsi pendengaran mereka. Ternyata ponsel itu berasal dari saku lelaki paruh baya yang sedang bersedih ini. Ia pun mengangkat telepon dengan sedikit menjauh dari mereka. Kiran hanya memperhatikan langkah gontainya dari belakang. Ia berharap bahwa anak lelaki tampan yang Kiran sendiri belum tahu namanya dapat segera membaik.
Mereka menunggu sangat lama, hingga akhirnya Kiran, Kayla dan Dinda tertidur dengan rasa lelah di kursi yang disediakan oleh rumah sakit. Kepala Kayla dan Dinda menyandar pada bahu Kiran yang duduk ditengah, sedangkan kepala Kiran menyandarkan kepalanya di atas kepala Kayla. Lelaki paruh baya itu menatap dengan rasa bersalah pada ketiga wanita yang sepertinya tertidur pulas. Dia merasa sangat merepotkan ketiga wanita cantik dan baik hati yang menolongnya.
Sedangkan, disisi lain seorang lelaki dan anak wanita berjalan cepat menuju lelaki paruh baya itu. Lelaki itu adalah Adam dan Ana. Tentu kalian pasti bingung, mengapa Adam dan Ana ada dirumah sakit ini dan menghampiri Ayah dari anak yang terluka tadi? Karena anak tampan korban tabrak lari itu adalah Kevin, ia Kevin teman baik Ana di desa. Adam mendapat kabar dari salah satu warga desa bahwa Kevin mengalami tabrak lari, tentu ia merasa cemas dengan keadaan teman dari adiknya. Adam pun memberi tahu kabar buruk ini pada Ana, setelah mengetahuinya Ana merengek untuk menjenguk Kevin. Dan yang menelpon lelaki paruh baya tadi adalah Adam, Adam yang menelpon untuk bertanya di rumah sakit mana Kevin dirawat sekarang.
Ana bercerita banyak untuk menguatkan Ayah Kevin. Sedangkan, Adam menatap salah satu dari ketiga wanita yang sedang tidur di kursi rumah sakit. Ia terus menatap Kiran tanpa kedip.
"Wak, siapa yang membawa Kevin kesini?" tanya Adam penasaran.
"Ketiga wanita baik itu, mereka bagaikan malaikat yang siap sedia membantu." Benar saja tebakan Adam, tentu mereka yang membantu Ayah Kevin. Adam menatap Kiran kembali dengan tatapan terima kasih.