"Ana?"
"Iya, Kak Kiran."
"Kakak bangga deh sama kamu. Umur mu memang masih muda, namun pikiran mu sudah sangat dewasa. Kamu sudah menolong orang yang benar-benar butuh bantuan saat itu," kata Kiran.
"Kak Kiran bisa aja. Kata Ibu nya Ana, kalo ada orang yang kesusahan harus dibantu, gak boleh diem aja."
"Haha, bijak sekali kamu." Ana tersenyum lebar dengan menampilkan deretan gigi nya. Pandangannya turun pada kaki Kiran yang dibalut dengan perban.
"Kak Kiran? Itu kaki Kakak kenapa?"
"Ohh... Ini cuma keseleo aja kok tadi," ucap Kiran berbohong pada Ana. Kiran hanya tidak ingin menjelekkan nama Geisha didepan Ana.
"Kak Geisha sakit apa ya kira-kira Kak?" Setelah Ana bertanya barulah Kiran mengetahui nama wanita itu.
"Gejala Tipes, Na," kata Kiran setelah melihat dan mengecek semua tanda penyakit itu pada tubuh Geisha.
"Oh... Ana jadi pingin kayak Kak Kiran deh, jadi Dokter."
"Kenapa Ana mau jadi Dokter?"
"Iya, Dokter itu kayak pahlawan yang selalu menolong orang dengan ikhlas."
"Tanpa jadi Dokter pun, Ana sudah jadi pahlawan." Kiran memerhatikan wajah sumringah yang perlahan berubah menjadi sendu.
"Tapi... Apa Ana bisa menolong Abang Adam, kalau Abang lagi sakit?" ucapnya dengan wajah menunduk, sedangkan tatapannya beralih pada jemari-jemari kaki yang gemuk dengan alas kaki seadanya.
Kiran terenyuh akan ucapan Ana. Dirinya tidak bisa membayangkan begitu hancurnya hati Ana saat melihat Adam dalam kondisi yang memprihatinkan.
"Emang Ana pernah liat Abang Adam sakit?" Ana mendongakkan kepalanya dan menatap kedua manik hazel Kiran.
"Enggak... Ana gak sanggup kalo liat Abang Adam sakit. Abang Adam itu kuat, gak pernah sakit, paling cuma Flu aja."
'Flu kan sudah termasuk dari sakit?' batin Kiran.
"Ohiya-iya." Kiran menanggapi Ana seadanya. Ditengah-tengah percakapan hangat mereka, Kayla dengan Dinda pun datang menghampiri Kiran.