Memang benar bahwa ke-tidak adilan membawa luka yang sangat membekas di jiwa yang begitu rapuh. Dan mereka yang terluka di bawah sinar rembulan itu merasa takut pada sinar indah yang menyorot pada wajah sembab itu. Namun, kau harus tetap tegar dan bahagia, walau manusia tidak bisa menjamin bahagia itu sendiri. Dan tetap sedialah akan hari yang terus berlanjut, meski kita tidak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya, dan bahkan dunia membuat mu bingung di satu jam kemudian. Karena hidup ini bukan tentang siapa yang terluka dan bahagia, tapi tentang dia yang tegar dan menerima semuanya dengan ikhlas.
Kalimat indah yang di torehkan pada secarik kertas berwarna biru muda itu membuat Kiran menjadi lebih baik. Tidak tahu siapa yang membuatnya untuk Kiran, tapi Kiran mengucapkan terimakasih padanya karena telah membangunkan rasa semangatnya kembali. Ini adalah surat ke-2 setelah seseorang mengirim isi surat yang berbeda dengan warna yang sama di desa waktu itu. Masih melekat pada pikirnya akan seorang misterius yang mengirim surat ini. Apa Kiran beritahu saja pada semua sahabatnya? Atau Kiran simpan saja sampai ia menemukan Mrs. X ini? Sepertinya iya, ia akan tetap menyembunyikannya. By the way bagaimana ya kabar Adam? Dan... Bocah kecil periang itu. Kiran sangat ingin mendengar celoteh bocah itu tentang Abangnya Adam. Dan ekspresi tidak bersahabat Adam pada Ana sangat di rindukan oleh Kiran. Kiran mengecek kembali ponselnya, tidak ada satu notif pun dari Adam.
"Adam kemana ya?" tanya pada dirinya sendiri sembari berjalan mondar-mandir berulang kali, hatinya kini benar-benar gelisah.
Ceklek....
Kayla dan Dinda muncul dari balik pintu kamar Kiran, mereka berjalan kearah Kiran dengan membawa 3 cangkir teh hangat dan setoples chips.
"Gue tau pasti lo laper kan? Nah ini buat lo," ucap Kayla sembari menyodorkan satu gelas teh hangat kepada Kiran.
"Ran ini kertas apa?" tanya Dinda setelah melihat kertas biru muda yang di pegang oleh Kiran.
"Hmm... Gak, catatan belanja aja," ucapnya gugup lalu meletakkan kertas itu ke dalam lemari.
"Ohhh, jadi gimana Ran tentang kasus pembunuhan orang tua kamu?"
"Masih di selidiki, Ran."
"Max udah ketemu Adam?"
"Belom, Din."
"Yaudah, Ran gakpapa. Kamu jangan sedih dan jangan dipikirin banget, karena dengan cepat Max akan menemukan Adam."
"Hmm semoga aja."
Kiran mengambil teh hangat yang diberikan oleh Kayla, dengan perlahan ia menyeruput sampai berbunyi. Rasanya nikmat, teh hangat langsung menyapa tenggorokannya yang kering. Tanpa berkata apapun Kiran juga membuka toples berisi chips dan langsung memakannya, namun pandangannya tidak teralihkan, ia terus menatap ke arah chips dengan pandangan yang kosong.
"Ran? Apa yang lo pikirin?" tanya Kayla sembari mengelus pundak Kiran.
"Tidak ada," jawabnya dengan mata masih tertuju pada chips di hadapannya.
"Ran... Lo gak usah pikirin tentang pelaku pembunuhan itu, Robert akan mengurus semuanya. Dan Adit, lo berhenti deh mikirin manusia biadap kayak gitu, dia bukan teman kita lagi. Dan kita gak bakal kenal siapa itu Adit, setelah tahu kalo dia yang mematai kita, gue jadi benci liatnya. Ntah pun dia juga dalang di balik pembunuhan orang tua Lo."
Kini tatapan Kiran naik kearah wajah Kayla, benar kata Kayla untuk apa Kiran memikirkan yang hanya membuatnya sakit. Dan, Adit... Mungkin sebentar lagi dia bakal berada di balik jeruji besi.
"Kalau masalah Adam, Max bakal dapetin Adam secepat mungkin. Apa... Lo suka sama Adam?"
Pertanyaan yang sama sekali tidak bisa Kiran jawab dan bahkan Kiran ragu untuk menjawabnya. Ia bahkan tidak tahu rasa apa yang sebenarnya ia rasakan saat ini. Namun, jika benar ia mencintai Adam, apakah Adam juga mencintainya? Ah itu sudah tidak mungkin, mana mungkin Adam mau pada gadis kota yang mempunyai banyak masalah, dan mereka pun tidak terlalu jauh untuk mengenal lebih dalam lagi. Mereka hanya sebatas tetangga desa yang terkadang saling menyapa sembari tersenyum dan berbincang hal yang tidak penting sama sekali.
"Maaf Ran."
"Hmm."
Kiran beranjak dari tempat duduknya lalu pergi meninggalkan Kayla dan Dinda di dalam kamar. Kiran sepertinya sangat membutuhkan waktu sendiri di sebuah tempat yang akan menghilangkan rasa penat dan rasa gelisah di pikirannya. Ia mengambil salah satu kunci mobil lalu berjalan menuju garasi. BMW i8 salah satu mobil yang ada di garasi Kiran, mobil ini adalah salah satu mobil peninggalan Leo. Mobil mewah dengan model bodi 2-door coupe ini banyak mencuri perhatian setiap orang yang melihatnya, namun Kiran tidak perduli ia terus menancap gas hingga sampai tujuan yang ingin ia tuju.
Pantai, tempat yang indah dengan banyak anak berlari kesana-kemari mengikuti alur ombak yang menderu. Tidak lupa dengan tawa riang saat ombak terlepas begitu saja ke kaki mereka dan menariknya kembali dengan lembut seakan mereka tidak boleh terpisah. Lihatlah hamparan laut dengan air yang begitu jernih, seakan menjiplak corak-corak awan yang terbentang luas di semesta. Tidak hanya itu, pasir-pasir yang begitu luas terhampar di pesisir pantai. Kiran sangat suka dengan pasir pantai yang membuatnya selalu merasa damai. Ia menselonjorkan kakinya dan tubuhnya bersandar pada pohon Cemara yang dapat kalian temukan di setiap pesisir pantai. Angin sepoi-sepoi menerpa lembut wajahnya yang tertutup oleh beberapa helai rambut. Rasanya begitu nyaman saat angin laut memberikan kedamaian padanya. Namun, lagi dan lagi ponsel Kiran bergetar.
"Hallo?"
"Ran."
"Ada apa, Robert?"
"Aku sudah memecahkan kasus ini, dan kita harus bertemu sekarang juga di tempat biasa."