Sebuah desa dengan banyak kenangan yang tersimpan di dalamnya. Perkenalkan namanya desa Horas, salah satu desa yang ada di Sumatera Utara. Sebuah desa kecil dan tidak terlalu padat penduduk, namun desa ini membuat Kiran selalu mengingatnya. Apa kalian ingat saat Kiran tertawa riang di sebuah hamparan rumput hijau yang terbentang luas? Kini, Kiran sudah berada disini, di salah satu tempat baru yang menjadi tempat favoritnya di dunia ini. Kiran duduk sembari menekuk kedua kakinya dengan tatapan lurus menatap beberapa ilalang yang menari-nari seakan mengikuti alur angin yang membawanya. Dirinya begitu terbuai akan semua yang ada di desa ini. Akankah Adam muncul di hadapannya dan menyebut namanya dengan lembut? Akankah itu terjadi? Jika benar, apa reaksi Kiran setelahnya? Apakah Kiran akan tetap diam dan menatap kedua manik abu milik Adam? Atau Kiran malah langsung memeluk Adam dengan erat dan mengatakan "aku merindukan mu, sangat merindukan dirimu" tidak, sepertinya itu hanya dalam pikirannya saja dan tidak mungkin terjadi. Bahkan Kiran belum menemukan Adam sampai saat ini. Kiran menenggelamkan wajahnya dengan kedua kaki yang ia tekuk. Tanpa ia sadari setetes air matanya tumpah, apa Kiran begitu lemah? Jawabannya adalah iya! Kiran sangat lemah akan hal ini, akan hal yang membuatnya bahagia namun kebahagiaan itu meninggalkannya sendiri dan membiarkan dirinya untuk menghadapi duka yang begitu mendalam. Terkadang Kiran merasa hidup ini penuh dengan misteri. Sesuatu yang terjadi kadang diluar nalar Kiran sebagai manusia. hadirnya kasih sayang terkadang juga membuat hidupnya lebih berarti. Senang rasanya saat dirinya berada di masa-masa indah tersebut. Namun tak habis pikir, tuhan juga memberikan dirinya rasa yang berlawan dengan rasa yang Kiran inginkan. Yaitu dengan hadirnya rasa ingin memiliki, sedih maupun duka yang terdalam. Bahkan tidak jarang semesta juga memberikan rasa yang berlawanan, yaitu saat senyum dengan semua rasa sakit, atau saat sakit dengan senyum yang merekah pada semua orang yang memberinya kata-kata penyemangat palsu. Bahkan terkadang dirinya sangat sulit membedakan duka atau bahagia yang saat ini sudah bercampur lebur pada hatinya yang abu-abu. Kiran membutuhkan orang yang benar-benar mengerti dan dapat memahami dirinya, yang mampu membangunkan rasa bahagia itu sendiri dalam dirinya.
"Hidup ini rumit ya, Ran."
Sebuah kalimat yang membuat Kiran mendongak dan menoleh ke arah sumber suara.
"Adam?"
Adam tersenyum saat Kiran menyebut namanya dengan bingung. Bagaimana bisa Adam berada di sampingnya? Apa Kiran sedang bermimpi? Sepertinya iya. Kiran mencoba mencubit tangannya, dan rasanya sakit, ia sedang tidak bermimpi kali ini.
"Bagaimana bisa?"
"Aku pernah mendengar kata dari Paulo Coelho 'ketika seseorang benar-benar menginginkan sesuatu, seluruh alam semesta berkonspirasi membantu orang tersebut untuk mewujudkan impiannya' dan orang tersebut adalah kau, Kiran."
Kiran tersentuh akan ucapan sederhana Adam. Ia langsung memeluk Adam dengan begitu erat seakan tidak ingin Adam pergi dan meninggalkannya kembali. Tidak perduli dengan kecanggungan sebelumnya dan tentang siapa yang melihatnya. Hidupnya seakan kembali tanpa duka di gelap gulita dan tidak ada cahaya penerang sedikit pun.
"Adam, berapa kata yang kamu ucapkan tadi?" canda Kiran dengan sedikit tawa di akhir kalimat.
"Berhenti mengejek ku."
"Ok, baiklah. Coba katakan, bagaimana bisa kamu pergi ke luar Indonesia? Dan ada urusan apa?"
"Tanya Max."
"Ohh ok.... Sepertinya udah beku kembali nih."
Adam tidak menjawab candaan sederhana Kiran, ia hanya tersenyum tipis.