Jejak Rasa

129_
Chapter #36

Page 36

'Cinta adalah kata asing bagiku. Bagaimana bisa aku mengerti artinya? Namun setelah aku mengerti, kau sudah pergi.' Pesan tersebut Kiran kirimkan melalu apk chat pada Adam. Kiran tidak berharap untuk respon baik atau respon biasa saja yang tertuju padanya. Namun, bisakah kali ini Adam membuatnya merasakan kehangatan meski jarak menjadi penghalang ini semua?. Tak berselang lama ponsel Kiran berdering dan menampilkan nama Adam di atasnya.

Panggilan tersambung . . .

"Apa kau merindukan ku?" ucap Adam tiba-tiba setelah Kiran menjawab telponnya.

"Tentu."

"Kalau begitu aku akan menemui mu."

"Jangan bercanda."

"Di Padang rumput hijau."

"Baik."

"Pukul 17:00."

"Iya, Dam."

Adam memutuskan sambungan teleponnya. Padahal masih banyak pertanyaan yang akan Kiran lontarkan pada Adam secara bersamaan. Tapi ya sudahlah, mungkin Adam tidak ingin mendengarkannya. Tapi, untuk apa ia ingin Kiran ke Padang rumput hijau? Apa Adam sudah pulang? Mengapa secepat ini? Ah sepertinya Adam hanya ingin menunjukan sesuatu dari kejauhan, tidak mungkin ia pulang ke Indonesia begitu cepat. Jika benar kalau Adam pulang ke desa ini, Kiran sangat bahagia akan hal itu. Hidup yang dipenuhi kebahagiaan merupakan kondisi yang diidamkan banyak orang bukan? Oleh karena itu biarkanlah Kiran merasakan bahagia itu kali ini saja. Katanya, bahagia itu sederhana, bersama dengan orang-orang terkasih di setiap harinya yang membawa banyak cinta dan merasakan tawa di setiap detik waktunya. Tapi, mengapa Kiran berbeda? Mengapa Adam sangat sulit memberikan bahagia untuknya? Mengapa Adam seperti tidak perduli dengan hubungan yang mereka jalin selama ini? Atau ini hanya sebuah lelucon untuk Adam? Atau dia hanya ingin membuat Kiran pada saat itu? Atau Kiran yang berlebihan? Terlalu banyak pertanyaan di hubungan mereka, sehingga terkadang Kiran melupakan semua pertanyaan yang tak pernah ada jawabnya itu.

Hari ini hari Selasa, hari dimana terbebas dari kesibukan di hari Senin. Klinik tidak terlalu ramai saat ini, jadi Kiran dapat mengerjakan tugas kantor dengan fokus dan baik. Kayla dan Tomi pun hari ini begitu sangat damai, tidak ada ejekan bahkan teriakan dari Kayla hari ini. Semoga ini bertahan hingga petang, jika benar Kiran akan sangat bersyukur untuk hari Selasa yang baik ini.

Rasanya begitu banyak tugas yang harus ia kerjakan, meski terkadang Dinda membantunya tapi tetap saja ini membuat Kiran penat dan jenuh akan tampilan data-data yang ada di layar laptopnya dan banyaknya berkas dengan beragam warna map.

Mencoba untuk terbiasa akan semua hal yang tidak pernah ia lakukan sebelumnya sangatlah sulit, meski akhirnya ia bisa karena biasa namun biasa baginya itu menjadi suatu beban di hatinya. Belum lagi masalah percintaannya dengan Adam yang ia tidak tahu masalahnya dan bagaimana cara mengatasinya. Tentu Kiran terluka akan hal ini, bahkan kali ini ia tidak bisa mengobati lukanya sendiri padahal ia adalah seorang dokter. Padahal Adam hanya tersenyum bersikap cuek seperti biasanya, namun ntah mengapa jarak selalu membesar-besarkan masalah sepele seperti ini. Oh tuhan.... Sudahi kebingungan dan kegelisahan ini, bisakah kau memberinya sedikit jeda untuk menikmati bahagia? Lalu setelah itu kau bebas memberikan luka padanya, ia sudah sangat terbiasa.

Kiran pun menutup laptopnya lalu berjalan keluar klinik. Rasanya ia sangat ingin mempercepat waktu dan berlari menuju pada rumput yang ia tidak tahu apa yang terjadi selanjutnya.

"Ran, mau kemana? Ini pekerjaan Lo masih banyak loh, Ran..."

"Capek, tolong kerjain ya. Plissss," balasnya pada Dinda yang menatapnya jengah.

"Hmm iya..."

Akhirnya Kiran bisa merehatkan pikirannya dari semua data-data dan pekerjaan kantor yang membuatnya penat. Kiran duduk di kursi kayu depan klinik dengan mata menelisik ke bagian arah jalan untuk menemukan sesuatu yang menarik perhatiannya. Tidak ada, tidak ada yang menarik hari ini. Hingga ia teringat akan Ana, gadis kecil yang selalu membawa boneka kemanapun ia berada. Bagaimana kabarnya? Sudah lama Kiran tidak bertemu dengannya. Apakah ia baik-baik saja setelah tidak ada Adam di sisinya? Semoga apapun itu ia akan terus selalu bahagia dan baik-baik saja.

"Dokter, Kiran!"

Pandangan Kiran teralihkan setelah mendengar satu panggilan tertuju padanya. Samuel? Apa ia ingin ke klinik? Lalu mengapa memanggilnya dari seberang sana?. Kiran melihat Samuel yang berjalan ke arah klinik ini.

"Ada apa?"

"Tidak, aku hanya ingin menyapa mu. Sudah lama aku tidak bertemu dengan dokter."

"Kiran."

"Ok, Kiran."

"Apakah kau sedang sibuk?" tanya Samuel.

"Tidak, kenapa?"

"Maukah kau berjalan-jalan sebentar dengan ku?"

"Tapi mengapa?"

"Aku hanya ingin menghilangkan rasa bosan mu. Tapi, tidak apa kalau kau tidak mau."

"Ayo!"

Kiran beranjak dari kursi itu dan membuat Samuel tersenyum penuh arti. Mereka berjalan bersama beriringan dengan jejak yang menepak pada tanah tanpa rumput ini.

"Banyak orang bertanya, dimana keajaiban itu berada? Padahal keajaiban ada di depan mata kita."

Kiran menoleh ke arah Samuel yang terus berjalan tanpa melihatnya.

"Iya, benar."

"Ohiya, Ran. Bagaimana dengan hari-hari mu?"

"Seperti biasa, sibuk."

"Haha... Ternyata di desa juga sangat sibuk ya? Aku pikir hanya kota yang di penuhi dengan kesibukan."

Lihat selengkapnya