Terdengar pengumuman menggema ke seluruh penjuru SMA Gelatik bahwa yang mengikuti ekstrakulikuler bulutangkis harus berkumpul di aula. Neysa sebagai salah satu anggota dari ekskul tersebut segera mendatangi aula sebelum namanya dipanggil gara-gara tak hadir di sana.
Neysa sampai deg-degan karena selama eskul berlangsung justru diam saja tanpa ikut berlatih. Itu juga tidak ada temannya.
Ya begitulah jadi seorang Neysa susah bergaul dengan orang lain dan takut melakukan hal yang memalukan dirinya sendiri sehingga bukannya dapat teman melainkan hanya dapat sebuah kesialan.
Pak Marko–pembina ekskul bulutangkis datang dengan wajah tegasnya lalu menyapa para anak didiknya.
"Bagaimana kabar kalian anak-anak?" tanya Pak Marko menyapa.
"Baik pak!" jawab semua murid bersamaan.
"Disini saya kumpulkan kalian semua, agar tau bahwa diantara kalian akan saya pilih sepuluh kandidat untuk nantinya menjadi dua pemain terpilih bulutangkis mewakili SMA Gelatik," jelas pak Marko sambil membawa buku absensi.
Neysa yakin dirinya tak akan terpilih menjadi kandidat, latihan saja ia jarang apalagi sampai terpilih, itu sungguh mustahil.
Pak Marko mulai mengabsen nama-nama yang akan ia seleksi dan bak mendengar petir di siang bolong nama Neysa Oktavia tersebut.
Tolong bangunkan Neysa kalau ini mimpi tapi saat mencubit pipinya dengan keras lalu merasakannya. Ia yakin bahwa memang namanya masuk daftar seleksi tidak dalam mimpi ataupun sedang halusinasi.
"Sepuluh orang yang tadi saya sebut, tolong jangan dulu keluar dari aula!" pesan pak Marko dan sesuai instruksi murid yang tak tersebut namanya membubarkan diri.
Gugup campur bingung Neysa rasakan. Mana ia tidak kenal orang-orang yang pak Marko sebutkan lantas, bagaimana nasibnya sekarang?
Haruskah Neysa mengajukan pengunduran daripada semakin jauh lebih dalam lagi?
"Kalian bersepuluh harus membuktikan yang terbaik dan dua hari lagi kalian harus ikut latihan setelah pulang sekolah. Ada yang mau ditanyakan?" Pak Marko memandang murid-muridnya.
Neysa ingin mengangkat tangan namun bel masuk menghentikan aksinya sehingga dua hari kedepannya ia harus bersiap-siap untuk berlatih bulutangkis secara serius.
Dua hari, dua hari, terus saja kata-kata itu bergentayangan di kepala Neysa sampai pusing mendengarnya. Ia panik dan gugup, coba pikirkan bagaimana bisa ia yang jarang latihan yang banyaknya cuma menonton lalu terpilih? Oke lebih dramatis lagi, TERPILIH!
Ini bukan masalah rangking Neysa masuk sepuluh besar tapi masuk sepuluh besar kandidat calon pemain bulutangkis SMA Gelatik.
Adakah yang mau menolong atau dengan senang hati menggantikan posisi Neysa?
Sementara itu, Gisha tak juga menemukan keberadaan Neysa padahal sudah mencari dimana tempat yang selalu Neysa datangi namun hasilnya nihil.
"Ney, lo ada dimana sih?" tanya Gisha mengacak rambutnya frustrasi melanjutkan lagi mencari yang entah ada dimana.