Siswi itu mendongak dengan rambut berantakan lalu berhambur memeluk Neysa.
"Gue sakit hati Ney," ucapnya terisak dan Neysa bisa menebak siapa siswi yang sedang menangis itu.
"Anggun, kamu kenapa ada disini?" tanya Neysa tak mengerti tiba-tiba Anggun menangis sendirian di kelas.
"Gue sedih gak ada yang mau temenan sama gue bahkan Syeril pun jauhin gue juga," jawabannya Anggun makin terisak sambil melepaskan pelukannya.
"Kok bisa?" heran Neysa karena setahunya Syeril sahabat Anggun yang paling pengertian.
"Dia... dia sebenarnya malu temenan sama gue katanya cuma terpaksa," ujar Anggun air matanya kembali mengucur deras menceritakan perihal Syeril.
"Kalau gitu kamu duduk dulu di bangku, yuk!" Neysa mengajak Anggun agar duduk di bangkunya.
Anggun menatap Neysa. "Lo juga pasti malu kan punya temen kayak gue?"
Neysa menggeleng cepat. "Nggak! aku gak berpikir gitu kok, aku bahkan gak punya teman kalau kamu sama Syeril terus."
"Maafin gue ya Ney," lirih Anggun merasa bersalah.
"Iya aku juga, soalnya suka kesel sama omongan kamu," ucap Neysa jujur.
Anggun masih sesenggukan namun detik selanjutnya terbit sebuah senyuman di bibirnya. Ia senang masih ada teman disaat dirinya terpuruk salah satunya adalah Neysa. Ia jadi sadar selama ini selalu mengacuhkan kehadiran Neysa padahal Neysa menjadi salah satu teman yang tak pernah meninggalkannya membuat Anggun sangat menyesal telah berbuat kurang baik kepada Neysa.
"Kamu agak baikan?" tanya Neysa setelah tak mendengar lagi isakan Anggun seperti tadi.
Anggun mengangguk lalu tersenyum getir masih tak percaya bahwa Neysa setia menunggu hingga tangisnya mereda.
"Iya," jawab Anggun.
"Kalau gitu aku mau ke aula buat latihan bulutangkis tapi kalau kamu mau aku ada disini lebih lama juga gak papa kok," tawar Neysa tidak enak meninggalkan Anggun.
Anggun menggeleng memegang lengan Neysa. "Lo harus latihan Ney!" tukasnya.
"Kamu beneran gak papa?"
"Iya gue gak papa makasih ya udah mau jadi teman gue." Anggun tersenyum lagi ke arah Neysa.
"Sama-sama Anggun, aku ke aula ya!" pamit Neysa beranjak pergi menuju aula.
***
Neysa sibuk dengan latihannya bersama Rere begitu juga delapan temannya nampak serius bermain. Siap untuk bersaing agar bisa mewakili SMA Gelatik di bidang olahraga bulutangkis.
Pak Marko memerhatikan semua calon kandidat dengan serius. Baginya memilih satu diantara sepuluh murid sangat menyulitkan apalagi permainan mereka semua cukup bagus dan meyakinkan jadi membutuhkan beberapa hari lagi pak Marko bisa memilih salah satunya.
Neysa beristirahat sejenak karena merasa kehabisan napas dan Rere menyodorkan minuman pada Neysa.
"Nih buat lo!" ucap Rere tapi tak juga diterima oleh Neysa. "Ambil ini gratis, tadi lo gak mau gue ajak ke kantin jadi gue beliin lo minum," lanjutnya.
"Makasih ya."
"Iya, gak usah sungkan sama gue oh iya menurut lo nanti siapa yang kepilih?" tanya Rere menatap delapan murid yang gue juga berlatih.