Kael terbangun dengan nafas memburu. Mimpi itu lagi.
Setiap malam, gambaran yang sama menghantuinya—langit yang retak, suara-suara yang berbisik tanpa bentuk, dan bayangan hitam yang terus mendekat. Ia tidak tahu apa artinya, tapi satu hal yang pasti: mimpi itu bukan sekadar ilusi.
Ia bangkit dari tempat tidur, menyalakan lampu redup di sudut kamar. 02:47 dini hari.
Ia terdiam sejenak. Bukankah jam ini sama seperti saat ia tertidur kemarin?
Rasanya ada sesuatu yang tidak beres, tetapi otaknya masih terlalu lelah untuk memikirkan semuanya sekarang. Ia menarik napas dalam, mencoba menenangkan pikirannya. Tidak ada gunanya panik.
Kael berjalan ke wastafel kecilnya, membasuh wajah dengan air dingin. Hari ini, ia harus lebih berhati-hati.
---
Pagi datang dengan langkah berat. Kota masih tertidur di bawah langit kelabu, dan Kael tahu bahwa ia harus melanjutkan pencariannya.