Malam itu, angin berhembus pelan, membawa kesejukan yang membelai lembut kulitku. Di antara gemerlap lampu kota, aku melihatmu—berdiri di sana, dengan mata yang seakan menyimpan seribu cerita. Langkahku terhenti sesaat. Entah kenapa, ada sesuatu dalam dirimu yang menarikku mendekat.
Kau tersenyum kecil ketika mata kita bertemu. Sebuah senyuman yang terasa begitu familiar, seolah aku telah mengenalnya sejak lama. Aku tak tahu apakah ini hanya perasaanku saja, atau memang takdir sedang bermain di antara kita.
“Hai…” suaramu terdengar pelan, hampir seperti bisikan. Namun, itu cukup untuk membuat hatiku bergetar.
Aku membalas senyummu, lalu berkata, “Hai… rasanya aku pernah mengenalmu.”
Kau tertawa kecil, lalu menatapku dalam. “Mungkin karena kita memang ditakdirkan untuk bertemu.”
Dan sejak malam itu, kisah kita dimulai…
Sejak malam itu, pertemuan kita bukan lagi sebuah kebetulan, melainkan sebuah kebutuhan. Aku dan kamu mulai saling mencari, saling menemukan dalam percakapan-percakapan sederhana yang entah bagaimana selalu terasa begitu mendalam.
Kita berbicara tentang banyak hal—tentang senja yang selalu kau kagumi, tentang hujan yang selalu mengingatkanku padamu, dan tentang mimpi-mimpi yang ingin kita wujudkan bersama.
Suatu malam, saat kita duduk berdampingan di sebuah taman yang sepi, kau menoleh padaku dan berbisik, “Apa kau pernah merasa… menemukan seseorang yang membuatmu ingin berhenti mencari?”
Aku menatap matamu, menemukan ketulusan di sana. Senyumku mengembang, lalu dengan suara pelan aku menjawab, “Mungkin aku baru saja menemukannya.”