Beberapa hari berlalu sejak pertemuan itu. Ryo dan Sasa melanjutkan perjalanan mereka, sementara pemuda dan gadis itu tak pernah jauh dari bayang-bayang mereka. Seolah-olah mereka ingin membuktikan sesuatu dengan terus mengikuti jejak sang Macan Hitam.
Malam itu, hujan turun rintik-rintik. Hutan yang mereka lewati terasa lebih sunyi dari biasanya. Bahkan suara burung malam pun tak terdengar.
“Kau sadar mereka masih mengikutimu?” Sasa bertanya, memecah keheningan.
Ryo mendengus kecil. “Tentu saja. Mereka berusaha diam-diam, tapi jejak langkah mereka terlalu mudah ditebak.”
“Kenapa tidak kau usir saja?”
Ryo terdiam sejenak sebelum menjawab. “Karena aku ingin melihat seberapa jauh mereka berani melangkah.”
Sasa menghela napas. “Mereka masih terlalu hijau. Bahkan dengan bakat yang mereka miliki, mereka tidak akan bertahan lama jika terus mencari masalah.”
“Tapi justru itu yang menarik, bukan?” Ryo menyeringai tipis. “Mereka ingin membuktikan sesuatu. Mari kita lihat seberapa kuat tekad mereka.”
Langkah kaki di kejauhan berhenti sejenak, seakan menyadari bahwa Ryo dan Sasa sedang berbicara tentang mereka. Namun, mereka tidak mundur.
Ryo melangkah lebih jauh ke dalam hutan. “Ayo, kita buat sesuatu untuk menguji mereka.”
Sasa mengangkat alisnya. “Ujian?”
Ryo mengangguk. “Jika mereka benar-benar ingin membawa nama Macan Hitam, mereka harus siap menghadapi tantangan.”
Sasa tersenyum tipis. “Aku penasaran apa yang ada di pikiranmu.”
Tanpa mengatakan apa-apa lagi, Ryo melompat ke atas pohon, menghilang ke dalam kegelapan. Sasa hanya tersenyum dan mengikuti langkah suaminya.