Jejak Semesta Kairo

Mare Jun
Chapter #12

Dua Belas

Ternyata cukup menyenangkan perjalanan bersama anggota ASMM. Baru kali ini aku melakukan perjalanan panjang dengan Ruqa dan dikelilingi dengan orangorang bukan dari mahasiswa Indonesia.

Dulu awal aku berkenalan dengan Ruqa tidak langsung cocok. Apalagi dia cenderung frontal dan tidak lembut sama sekali. Tipikal orang Mesir memang begitu. Namun setelah mengenalnya karena bertemu setiap hari di kelas, aku sudah terbiasa. Sama halnya dengan Rana.

"Kamu tahu, Ruqa, jika kamu ke Indonesia, kamu akan melihat pepohonan dan rerumputan hijau di sepanjang jalan," ujarku.

"Aku jadi ingat dengan fotomu di hamparan kebun."

"Ah, itu kebun teh di pegunungan daerah Bogor." Ruqa melihat fotoku yang diambil sewaktu jalan-jalan di kebun teh dekat vila keluargaku menginap.

Itu sebelum Ayah dan Bunda bercerai. Dulu aku sangat sulit untuk menerima fakta bahwa orangtuaku bercerai. Namun mau tidak mau aku harus menerimanya. Aku terbiasa saat pulang ke Jakarta hanya menemukan Ayah di rumah setelah sibuk seharian mengurus sekolah milik keluarga kami. Lalu Bunda akan membuat janji denganku di mal. Adik laki-lakiku yang malas pulang dari asrama sekolahnya dan adik perempuanku yang sibuk dengan gank sosialitanya. Makanya aku sangat malas pulang ke Jakarta kalau tidak ada keperluan mendesak. Bahkan aku lebih bahagia berlebaran dengan para masisir di Kairo ketimbang harus pulang ke tanah air.

"Tapi kamu akan rindu dengan pemandangan ini saat kamu pulang ke Indonesia." Ruqa menunjuk hamparan padang pasir beserta pegunungan batu yang menghiasi pemandangan jendela kami. Terdapat semak-semak mirip rambut kusut berwarna hijau kecokelatan. Aku sering melihat semak-semak itu saat menonton film yang melewati padang pasir.

Kalau aku gagal mendapatkan beasiswa, aku harus pulang ke Indonesia dong? Aku harus benar-benar berhasil supaya aku tidak pulang ke Indonesia!

***

Wah, aku benar-benar takjub dengan pemandangan obsevatorium ini. Dulu aku sangat ingin ke Boscha yang di Bandung, tapi belum tersampaikan. Meski perjalanan ke Observatorium Kottamia lumayan jauh, sekitar tiga jam kami berada di bus.

Saat kami sampai, ada plang bertuliskan مرصد القطامية الفلكى di depan bangunan berbentuk kubus berwarna kuning dengan satu jendela berwarna putih. Namun kami lebih dulu dipersilakan masuk ke dalam bangunan seberang observatorium. Gedung memanjang ke samping itu ternyata berisi kantor-kantor. Lumayan luas juga.

Pada dinding ruangan kantor tersebut terdapat deretan pigura yang memajang foto rasi-rasi bintang dan galaksi. Lalu aku melihat Amr bersalaman dengan seorang pria berjanggut putih dengan jas dan celana abu-abu. Mereka duduk di sofa berwarna kuning dengan corak dedaunan hijau-kuning tepat di seberang kami berdiri.

"Beliau pengganti Duktur[1] Sulaiman, setelah Duktur Sulaiman meninggal. Duktur Sulaiman itu dosen Ilmu Falak di Universitas Liga Arab yang menjadi salah satu pendiri ASMM. Kajian Ilmu Falak masisir bisa kenal dengan komunitas ASMM berkat salah satu anggota seniornya diajar oleh Duktur Sulaiman di kampusnya." Kenzie tiba-tiba berdiri di samping kiriku.

"Kalau kamu sendiri tahu ASMM dari mana?"

"Om-ku itu salah satu senior di Majalah Akhbaruna. Biasanya setiap lebaran masisir dari Akhbaruna diundang ke rumah. Kebetulan salah satu dari mereka yang mengenalkan komunitas ini waktu aku masih tingkat satu. Dia masih suka berkomunikasi dengan Amr karena dia suka astrophotography bahkan sampai membeli teropong di daerah Thanta. Tapi sekarang orangnya udah menikah dan sibuk lanjutin S2, jadi nggak pernah ikut lagi. Teman-teman kajian Ilmu Falak juga banyak yang udah lulus dan pulang ke Indonesia."

Lihat selengkapnya