Nafsu makanku tiba-tiba hilang. Rasanya shawarma yang kukunyah susah sekali ditelan. Padahal aku tahu ini adalah makanan favoritku dan rasanya enak. Hal yang membuatku tidak berselera makan adalah tatapan kemenangan pada wajah Kenzie.
Kenzie menyocol samosa pada syurbah lisan asfour dengan senyum seakan meledekku. Tapi aku setuju dengan keputusannya menyatukan samosa dengan syurbah lisan asfour yang asin segar. Sebenarnya sup itu bukan dari lisan asfour atau lidah burung sungguhan. Isinya orzo pasta dengan kuah kaldu ayam.
"Kamu nggak setuju? Aku nggak maksa kok. Aku bisa cari yang lain," ujar Kenzie.
Ruqa yang tadinya sedang menyendok knafeh langsung menaruh sendoknya. "Begini, lebih baik kita melakukan negosiasi."
Hah? Apa-apaan dia?! Aku memelotot, tapi dia malah memelototiku balik.
"Melati, kamu jujur kepada Ken soal beasiswa kamu,” ujar Ruqa.
“Tapi ….”
“Dia nggak akan paham dan nantinya malah merugikanmu.”
“Oke.” Aku berdeham. “Jadi begini, Ken, aku mau ikut beasiswa di Al-Barakaa Foundation untuk S2 di Cairo University. Salah satu persyaratannya aku harus membuat karya yang mengedukasi masyarakat. Makanya aku harus memastikan filmnya diunggah di akunku.”
“Oh, pantas kamu bertanya soal aku lanjut S2 pake dana pribadi atau nggak. Ternyata ini alasannya. Terus kalau diunggah di akun YouTube kamu, apa keuntungan bagiku? Aku aja menolak tawaran Bang Irfan, apa alasanku untuk menerima tawaranmu?”
“Jika satu film diunggah di akunmu dan satu lagi di akunku? Adil, bukan?” usul Ruqa
“Gimana dengan kamu?” Kenzie menunjuk Ruqa.
“Aku tidak masalah. Lagi pula aku tidak memiliki akun YouTube. Jika kalian mau menyuarakan Palestina, aku dengan semangat dan sukarela membantu kalian. Dan aku hanya ingin membantu Melati.”
“Kenapa kamu butuh beasiswa? Bukannya orangtuamu mampu untuk membiayai?” tanya Kenzie kepadaku.
“Perasaan aku belum pernah cerita background keluargaku.” Aku mengerutkan kening.
“Ma-maksudku kelihatan dari penampilan kamu.”
“Jadi kamu melabeli aku yang minta-minta beasiswa padahal aku mampu gitu?”
“Bukan begitu, Mel. Kok kamu malah berpikiran negatif?”
“Cukup, cukup!” protes Ruqa. “Lebih baik kita fokus ke kerjasama kita.”
“Berarti aku harus berpikir kembali soal perubahan kontrak,” kata Kenzie.
“Ya Allah, kenapa butuh waktu lagi? Kenapa nggak diputusin sekarang?” Hampir saja aku menggebrak meja.
“Jangan mendesak dong. Kamu bisa mendapatkan keuntungan banyak kalau kerjasama denganku.”