Saat bel berbunyi, aku segera membuka pintu. Hatiku berdesir melihat Fatih. Padahal dia berdiri di samping Kenzie dan ya Allah, aku sudah melihatnya sejak tadi pagi. Mereka berdua baru saja pulang dari salat Jumat di Masjid Nor Khitab.
Entah kenapa Fatih sengaja sekali memakai baju batik yang pernah kuhadiahkan. Sewaktu liburan Idul Fitri tiga tahun yang lalu, aku jalan-jalan ke Yogyakarta untuk mengunjungi sepupuku karena bosan di rumah sendirian. Makanya aku menghadiahi Fatih dan Rifqi kemeja batik berwarna putih gading dengan motif hijau toska. Untuk Aila, aku menghadiahinya blus dengan warna dan motif yang sama. Tentu saja aku juga punya mirip dengan Aila. Kami pernah berfoto bersama dengan batik kembar kami di taman dekat Sungai Nil.
Iya, aku tahu kalau Fatih sehabis ini ada acara penting yang dihadirinya. Kemeja batik adalah andalan bagi orang-orang PPMI untuk menghadiri acara formal. Lalu Fatih juga melapisinya dengan jaket jins navy-nya. Jantungku saja yang berdetak tidak normal.
Padahal Kenzie berpenampilan lebih oke. Dia memakai jaket berbahan jins berwarna hitam dengan kerah berwarna putih dari bulu domba. Di dalamnya dia memakai kaus hitam dipadu dengan celana jins berwarna putih gading. Dia memakai sepatu converse berwarna hitam putih. Tidak seperti Fatih yang memakai sepatu pantofel bapak-bapak. Ditambah celana kain berwarna hitam, dia semakin mirip dengan Pak Lurah. Tapi lagi-lagi hatiku tidak bisa berbohong kalau Fatih tetap lebih ganteng dari Kenzie.
"Kenapa?" Fatih seakan memergokiku yang melamun sambil menatapnya.
Kacau!
"Nggak, aku lagi mikir. Batik aku yang itu ditaruh di mana ya? Perasaan kutaruh di dekat blus ini." Aku menunjuk blus dengan kancing-kancing bulat berwarna hijau toska yang kukenakan. Lalu aku berakting membersihkan rok putih gading yang kupakai seakan banyak debunya. Padahal tidak ada sama sekali!
Aku berlari menuju kamar Ruqa beralasan ingin merapikan pashmina putih gading yang kukenakan di cermin. Ruqa yang sedang melipat sajadah terkejut denganku yang membuka pintu dengan sembrono.
"Kita berangkat pakai apa?" tanya Ruqa.
"Taksi? Kita membawa banyak barang. Apartemen Rana itu jauh masuk ke dalam."
Saat kami berdua keluar, Kenzie sudah mengemasi barang-barang kami.
"Sebentar lagi taksi online datang," ujar Kenzie yang memperlihatkan layar ponselnya.
"Kalau nggak muat, aku naik bus aja," kata Fatih.
"Nggak usah! Biar aku dan Ruqa pesan taksi lagi." Aku mencegah Fatih yang berjalan menuju pintu keluar.
"Mahal, Mel, sayang duitnya. Nggak usah nggak enak. Aku udah biasa naik bus." Fatih tersenyum sambil memakai sepatu pantofel bapak-bapaknya itu.
Aslinya masih muat jika kami berempat menaiki taksi. Namun Fatih pasti enggan duduk bertiga di belakang dengan mepet kepadaku atau Ruqa. Jadi lebih baik Kenzie duduk di samping sopir, aku dan Ruqa duduk di belakang. Sementara barang bawaan kami di bagasi.