Shaima mengantar kami dengan mobil SUV tua yang terparkir di depan gedung apartemennya. Kenzie duduk di depan. Aku, Ruqa, dan Rana duduk di tengah. Fatih sudah sedari tadi pergi ke Wisma Nusantara dan menolak untuk sekaligus diantarkan. Hamdi dan Fatma tidak ikut karena mereka sudah berjanji akan mengulang hafalan Al-Quran sore ini dengan mamanya.
"Jarang-jarang Shaima mau menyetir. Dia terpaksa belajar menyetir dengan Baba karena Baba sibuk dan Mama sudah tidak kuat menyetir jauh. Meskipun kami pergi kuliah dengan jalan kaki atau naik tramco, Hamdi dan Fatma menggunakan jemputan, mobil tetap berguna untuk keadaan darurat. Baba pergi ke restoran dengan tramco karena tidak ada parkiran di restoran. Terkadang Baba memakai mobil dan diparkir di depan salah satu gedung apartemen, di gang dekat restoran," terang Rana.
Kami mampir terlebih dahulu ke apartemenku untuk menaruh barang-barang.
"Aku titip punyaku ya. Nanti aku ambil pas pulang," ujar Kenzie. Dia membantuku untuk membawa lighting ke atas, tapi tidak masuk ke dalam apartemen karena pria memang tidak diperbolehkan masuk oleh pemilik apartemen kami. Apartemenku berada di lantai tiga dan Kenzie menunggu di tangga.
"Kamu tadi kenapa nangis?" tanya Kenzie sewaktu kami menuruni tangga.
Aku tertawa. "Aku sebenarnya udah sedih waktu denger mamanya Rana cerita. Eh, Fatih malah nambahin lagi. Aku itu tipe yang malah nangis kejer kalau ditanya, 'Kenapa?'"
"Oh, kirain kamu abis ditolak sama Presiden PPMI." Kenzie terkekeh.
"Ngaco kamu! Kita cuma temenan. Udah deket dari masih sekolah di Ma'had."
Kenzie terkejut ketika anjing penjaga gedung menyalak saat kami melewatinya. Anjing tersebut dipagari dekat dengan gerbang masuk. Pemilik apartemen sengaja menaruh anjing penjaga, supaya terdeteksi orang asing masuk karena anjing tersebut selalu menggonggong keras ketika ada orang selain penghuni gedung masuk. Dari gerbang masuk, jalan lurus sedikit, ada tangga di samping untuk masuk ke dalam. Di lantai bawah, dulu dihuni oleh masisir. Namun setelah direnovasi, harganya naik sehingga masisir yang tinggal di sana pindah. Digantikan dengan mahasiswi Malaysia.
Pemilik apartemen dan keluarganya tinggal di lantai dua. Di lantai tiga ada dua apartemen. Di seberang apartemen yang kutempati, dihuni oleh mahasiswi Malaysia juga. Hanya saja harga apartemen kami tidak semahal apartemen bawah yang luas. Aku dengar ada dua kamar mandi dan enam kamar tidur. Itu dua kali lipat dari apartemenku yang hanya tiga kamar tidur dan satu kamar mandi.
Hanya butuh waktu sekitar sepuluh menit menuju restoran Al-Mazaq. Letaknya berada di seberang restoran Arabiata, di jajaran Shabrawi, Distrik Tujuh. Restoran Al-Mazaq memang menyajikan masakan khas Irak. Namun ukurannya sedang dan tidak sebesar restoran Arabiata. Terdapat gambar seorang koki yang menaruh jempol dan telunjuk di mulutnya tepat di samping tulisan المذاق pada atas pintu dan jendela kaca, dan gambar itu adalah simbol restoran Al-Mazaq. Itu ekspresi khas orang Arab saat memuji masakan yang lezat.
"Aku aja yang megang kamera. Kalian berdua temannya Rana," ujar Kenzie.