Jejak Semesta Kairo

Mare Jun
Chapter #20

Dua Puluh

"Setelah ini saya akan mengajak teman saya satu lagi untuk berkeliling masjid-masjid di Kairo lama. Kami akan memeriksa arah kiblat masjid-masjid di sana."

Usai salat Jumat, kami melanjutkan syuting. Kak Rayyan berjalan dari depan Masjid Amru bin As. Rencananya syuting hari ini hanya sampai di sini. Namun selagi berjalan menuju Stasiun Mar Girgis, Kak Rayyan akan tetap berkisah tentang ulama dalam Astronomi Islam.

Meskipun di filmnya akan terlihat kami berkeliling masjid-masjid di Kairo dalam sehari, tapi nyatanya kami akan melakukan syuting sampai tiga kali dan semua di hari Jumat, karena kami hanya nemiliki waktu di hari libur. Untuk di kompleks Bab El-Futuh rencananya Kenzie akan muncul di video.

Selama merekam Kak Rayyan berjalan, aku harus berhati-hati berjalan mundur ke belakang supaya tidak tersandung. Kenzie merekam Kak Rayyan dari samping. Dia juga merekam pemandangan sekeliling seperti Souq El-Fustat, tempat toko-toko yang menjual cendera mata tapi terlihat sepi. Namun aku suka bangunannya yang memberikan kesan vintage, terutama sekat kotak-kotak dari kayu yang menutupi jendela khas bangunan peninggalan peradaban Islam.

"Berbicara soal Ibnu Yunus, kita mengenal karya fenomenalnya Zij Al-Hakimy atau Kitab Az-Zaij Al-Kabir Al-Hakimy. Penyusunan zij ini mulanya atas permintaan Raja Fatimiah Al-Aziz, tapi baru selesai di zaman Raja Al-Hakim, makanya dinamakan Al-Hakimy. Secara umum zij tersebut berisi hasil observasi gerhana dan gejala-gejala astronomi lainnya. Zij adalah tabel-tabel yang memuat data hasil observasi benda-benda langit."

"Lalu sebelumnya saya menyebut Ibnu Khaldun, karena di karya fenomenalnya-Muqaddimah-di dalamnya terdapat definisi dan klasifikasi astronomi. Astronomi menurutnya berada di bawah Matematika, dan Matematika di bawah rumpun ilmu yang dikenal dengan ilmu-ilmu aqli."

Kami menghentikan rekaman saat dekat pintu masuk stasiun.

"Makan dulu ya," ujar Kenzie seraya mengemasi kameranya ke dalam tas kamera miliknya.

"Aku langsung pulang aja," sahut Kak Rayyan.

"Kak, kan udah janji kalau bakal makan bareng dulu. Kita itu udah minta waktu orang sibuk, masa nggak ditraktir makan. Ayolah kita balik ke jalan tadi. Ada restoran bagus. Melati pasti suka sama desain restorannya." Kenzie berjalan mendahului kami.

Letak restoran yang kami kunjungi memang di tengah antara Stasiun Mar Girgis dan Masjid Amru bin As. Namanya Restaurant & Cafe Al-Khan. Benar kata Kenzie, aku suka banget interior restoran ini!

Mirip dengan Souq El-Fustat tadi. Bangunan berwarna cokelat, tidak tinggi, terdapat jendela dengan sekat kotak-kotak. Pada jendelanya terdapat tirai-tirai dengan motif tradisional Egyptian Ramadan. Terdapat meja-meja marmer dan kursi-kursi rotan memenuhi ruangan. Hanya saja kami memilih duduk di luar ruangan karena di musim dingin matahari tidak terlalu terik. Kami memilih salah satu meja terbuat dari rotan yang dialasi kaca. Sepertinya kursi dari rotan memang menjadi ciri khas restoran ini.

Kenzie memesan nasi basmati dengan ayam panggang untuk kami bertiga beserta salad. Aku memilih jus mangga untuk minumannya.

"Sekalian ngomong soal syuting. Jumat depan kita mau ngukur dua masjid aja di Bab El-Futuh?" tanya Kenzie.

"Dulu Kajian Ilmu Falak cuma bisa di Masjid Al-Hakim sama Al-Aqmar. Terus kita ke Masjid Al-Azhar. Mau masuk ke situs lainnya bayar mahal. Padahal dulu sebelum Revolusi Mesir tahun 2010 masih pada gratis," ujar Kak Rayyan.

"Kita lihat nanti aja berapa tarifnya. Kalau nggak terlalu mahal, nggak masalah."

Kayaknya Kenzie punya pohon duit deh. Dia tidak pernah mempermasalahkan soal uang.

"Emangnya Kak Rayyan di Mesir dari tahun berapa?" tanyaku.

Kak Rayyan tertawa. "Waduh, aku angkatan lama banget. Lulus S1 aja tahun 2014. Nggak langsung S2 karena ketunda nikah, pulang ke Indonesia dulu. Ditambah sekarang nulis tesis nggak kelar-kelar nih."

"Tapi ilmunya udah banyak lah, Kak. Nggak kayak kita-kita. Katanya beda lulusan Azhar dulu sama sekarang."

"Ya, itu pengaruh covid jadi ada kemudahan. Tahun sebelumku juga katanya lebih susah karena wafidin[1] hafalan Qur'an-nya sampe delapan juz. Waktu aku kan udah empat juz."

Lihat selengkapnya