Jejak Semesta Kairo

Mare Jun
Chapter #25

Dua Puluh Lima

Kenzie: Mel, bisa datang ke Kekeluargaan Jakarta nanti abis magrib? Ada acara pembukaan Jakarta Event. Ada yang mau aku omongin soal project kita. Kamu bisa datang sendiri tanpa Ruqa?

Isi pesan yang mencurigakan. Aku tidak kunjung membalasnya. Padahal Kenzie sudah mengirimnya dari sejak aku berangkat ke kampus. Aku sudah tidak menghindarinya semenjak dia berjanji untuk tidak berbuat yang aneh Jumat pekan lalu. Namun isi pesannya benar-benar aneh. Kenapa Ruqa tidak boleh ikut? Lebih baik aku menghindari masalah.

Rupanya Kenzie benar-benar ingin memakasaku datang. Kini sepulang kuliah layar ponselku berkedip-kedip dan memperlihatkan namanya. Aku tidak mengangkatnya dan panggilan itu bertahan sampai aku tiba di apartemen. Beruntung sepanjang jalan pulang Rana mengoceh tentang perkuliahan tadi sampai aku melupakan ponsel yang bergetar. Begitulah Rana, dia selalu membuat seolah perkuliahan itu asyik sehingga dia bisa membicarakannya seperti film favoritnya. Bukannya aku tidak bisa menikmatinya seperti Rana, aku sangat menikmatinya, tapi aku ingin punya waktu jeda untuk bersantai sedikit.

Ponselku terus berdering. Aku menyerah dan kuangkat panggilan dari Kenzie.

"Dari tadi sibuk banget?" ujar Kenzie usai mengucapkan salam.

"Aku baru sampe apartemen."

"Jadi bisa, kan?"

"Mau bicarain apa sih? Mencurigakan."

Terdengar suara tawanya. "Soal project. Kan aku bilang di pesan."

"Kenapa nggak boleh ajak Ruqa? Dan kenapa di pembukaan Jakarta Event?"

"Nanti aku jelasin waktu kita ketemu. Kenapa di Jakarta Event? Karena aku nggak mau kena omel Ruqa gara-gara ngajak kamu berduaan. Meskipun ada tanteku juga. Tapi ini di sekretariat Kekeluargaan Jakarta. Orangnya banyaaaakkk. Masih kurang lagi?"

Aku tertawa. "Ya udah. Nanti aku ke sana."

"Thank you, partner. Jangan telat ya. Kamu nanti ambil duduk di bagian depan. Aku di bagian belakang supaya bisa mengobrol."

***

Acaranya penuh sekali. Bahkan aku saja sulit untuk melangkahkan kaki untuk masuk ke dalam. Beruntung sebelumnya saat turun dari bus aku bertemu beberapa masisir yang datang ke sekretariat, jadi kami berjalan beramai-ramai. Gedung apartemen sekretariat berada di Distrik Sembilan, yaitu di seberang Distrik Sepuluh. Namun gedungnya jauh dari pinggir jalan dan sangat sepi jalan ke dalam, terutama di waktu setelah magrib.

Akhirnya aku tidak mendapatkan tempat duduk di bagian depan. Aku duduk di belakang dekat dengan pintu dapur. Di samping dapur terdapat kamar-kamar yang ditempati oleh pengurus kekeluargaan. Sekretariat Kekeluargaan Jakarta seperti apartemen pada umumnya. Hanya saja di Distrik Sembilan kebanyakan tipe apartemennya besar berhubung biaya sewanya juga mahal. Biasanya tiap kekeluargaan daerah memiliki dana dari daerah masing-masing untuk biaya operasionalnya. Juga pemasukan dari penginapan yang biasanya disewakan kepada tamu yang datang dari Indonesia. Penginapan milik kekeluargaan Jakarta berada tepat di depan sekretariat.

Saat aku ingin mengabari Kenzie, aku sempat terhenti untuk mengetikkan pesan. Suara Fatih memberikan sambutan membuat jantungku berdegub kencang. Ah, ini kan acara tahunan Kekeluargaan Jakarta. Pasti PPMI diundang di acara pembukaan dan penutupan. Biasanya setelah pembukaan Jakarta Event akan ada berbagai macam perlombaan dan diakhiri dengan penutupan berupa pentas seni memamerkan kebudayaan betawi, seperti lenong, marawis, penampilan tarian daerah dari anak-anak Sekolah Indonesia Cairo.

Jika Fatih melihatku mengobrol dengan Kenzie pasti dia berasumsi aneh-aneh. Aku harus segera pergi. Apalagi aku tidak bisa mengobrol dengan Kenzie. Di sini terlalu sesak dengan orang. Lebih baik kami membicarakannya lewat telepon. Ah, dasar Melati bodoh! Kenapa itu tidak terpikirkan dari awal!

Aku segera berdiri dan berjalan keluar dengan meminta maaf karena harus melangkah di tengah lautan manusia. Saat aku tiba di pintu keluar yang berada di tengah, tanpa sengaja pandanganku berserobok dengan tatapan Fatih yang melihat ke audiens. Tentu saja Fatih melihat ke arahku karena aku sangat menonjol. Di saat yang lainnya duduk di atas karpet, aku berdiri sendirian! Ditambah Fatih duduk di atas kursi, di atas undakan pendek yang sengaja dibuat sebagai panggung dengan latar banner bertuliskan Jakarta Event. Aku segera membuka pintu dan pergi.

"Mel!"

Oh, tidak! Itu suara Kenzie! Dia kenapa memanggilku di saat yang lain sedang mendengar sambutan PPMI dengan penuh khidmat?! Sebenarnya tidak benar-benar penuh khidmat, hanya di bagian wanita yang sunyi karena fokus ingin melihat Fatih.

Aku segera menarik knop pintu dan mencari sepatu di antara puluhan sepatu yang bergelimpangan di depan pintu. Sekretariat berada di lantai bawah, jadi sepatu bergelimpangan sampai ke lobi gedung. Ukuran lobinya sudah menyerupai lobi hotel, karena ini kawasan elit. Ada tempat duduk dari marmer di tengah lobi dan tanaman hias.

"Mel, kamu nggak dengar aku manggilin kamu?" Ternyata Kenzie ikut keluar juga.

"Sori, tadi aku nggak kebagian duduk di depan. Kayaknya rame banget di dalem. Nggak mungkin kita ngomongin soal project."

Lihat selengkapnya