Jejak Semesta Kairo

Mare Jun
Chapter #26

Dua Puluh Enam

Dua pekan kemudian, Kenzie meneleponku untuk syuting di kediaman Sara di hari Jumat. Dari jam setengah delapan pagi aku dan Ruqa pergi ke El-Demerdash menggunakan bus jurusan Ramsis dan berhenti sebelum jembatan layang.

“Kita naik taksi saja karena jalan masuk ke apartemen Sara lumayan jauh,” usul Ruqa.

Alhamdulillah, tumben banget dia baik hari ini.

"Sara berkuliah di Cairo University juga?" tanyaku kepada Ruqa saat kami berada di taksi.

Ruqa menggeleng. "Dia berkuliah di Ain Shams University, Faculty of Medicine. Sekarang sedang melanjutkan program Magister. Kakak laki-lakinya alumni Cairo University. Hanya saja kakaknya sudah menikah, jadi kita tidak akan bertemu dengannya nanti karena sudah tinggal di apartemen yang berbeda bersama istri dan anaknya."

Sepagi ini jalanan di El-Demerdash belum terlalu padat. Kami janjian jam sembilan, tapi kami takut terjebak kemacetan sehingga berangkat lebih awal.

Sesuai dengan titik lokasi yang Kenzie kirim lewat pesan, kami tiba di depan gedung apartemen dengan plang bertuliskan Aqaraat pada sebelah kanan pintu masuknya. Beberapa balkon ditutup dengan jendela kaca, dan ada juga yang terbuka. Hanya saja cukup rapi, tidak banyak jemuran menjuntai atau kain yang menyangkut pada AC outdoor.

Baru saja aku ingin mengirim pesan kepada Kenzie, mobil SUV hitamnya datang. Semenjak dia mengaku bahwa itu mobil miliknya, dia sudah tidak lagi bergaya seperti mahasiswa pada umumnya, yaitu menggunakan transportasi umum.

Pintu sebelah kiri terbuka, Kenzie turun dan membuka pintu belakang untuk mengeluarkan peralatan syuting. Tadi Kenzie sempat berpesan supaya aku tidak membawa lighting dan semacamnya. Cukup kamera saja karena dia tahu aku dan Ruqa menggunakan transportasi umum.

"Kepagian nggak ya? Kebanyakan orang-orang di Kairo bangun siang," ujarku.

"Dulu sewaktu di Ma'had, jam tujuh pagi kita sudah berangkat dari Distrik Tujuh karena jam delapan sudah masuk sekolah. Tidak semuanya pemalas," sahut Ruqa.

Aku lupa ada orang Mesir di sini. Tapi aku tidak bohong kok. Kairo di pagi hari itu sunyi. Kontras sekali dengan orang Indonesia, apalagi orangtua zaman dulu yang dari sejak sebelum subuh sudah berjibaku di dapur. Jam lima pagi pasar sudah ramai.

"Eh, apartemennya lantai berapa?" tanyaku kepada Kenzie.

Dia tertawa. "Lantai tiga Mesir."

Lihat selengkapnya