Aku tidak berbohong bahwa hatiku tersayat mendengar perkataan yang meluncur dari Fatih. Hingga aku tidak bisa memejamkan mata saat malam. Padahal beberapa peserta ada yang sudah terlelap di atas karpet yang dibentangkan. Ada juga yang tetap mengobrol dan tidak tidur. Namun tentu saja kami semua tetap memperhatikan batasan antara lawan jenis. Seperti aku yang tidur satu karpet dengan Sara dan perempuan Mesir lainnya.
Aku masih mendengar suara tawa Kenzie yang asyik mengobrol dengan Amr. Syuting akan dilanjutkan besok pagi karena Kak Rayyan sudah tertidur semenjak aku mengobrol dengan Fatih tadi. Sepertinya dia kelelahan menggotong teleskop miliknya ke atas bukit.
Kedua mataku hanya sempat terpejam selama beberapa menit, hingga salah satu anggota ASMM membangunkan kami semua dengan suara besarnya. Setelah kami bertayammum, kami salat subuh berjamaah.
Saat matahari sudah menampakkan sedikit cahaya dari arah timur, Kak Rayyan sudah bersiap di balik kamera yang disiapkan oleh Kenzie. Dia berdiri bersama Amr di depan dua teleskop milik mereka berdua.
"Saya Amr Abdel Fattah. Saya ketua Komunitas Dr. Mostafa Mahmoud Al-Falakiyah, komunitas astronomi pertama dan tertua di negara Arab. Saya juga founder kegiatan astro trip, yaitu gabungan antara perjalanan dan penemuan astronomi. Astro trip sudah berjalan dari 2013 sampai sekarang. Kami ingin menjelajahi negeri kami, seperti mengunjungi White Desert yang akan kami lakukan kembali pekan depan. Dan sejak tadi malam kami telah menyaksikan hujan meteor dari atas bukit di Wadi Rayyan, Fayoum," terang Amr. Sepertinya dia lupa kalau sebelumnya sudah memperkenalkan diri sewaktu kami syuting di seminar, di Masjid Mostafa Mahmoud.
"Saya sudah mengikuti astro trip dari tahun 2013. Dari kegiatan stargazing di Observatorium Kottamia, menyaksikan fenomena gerhana matahari di Observatorium Helwan, dan ini kedua kalinya saya menyaksikan hujan meteor di Wadi Rayyan. Untuk jelajah White Desert pekan depan saya tidak ikut, karena di tahun 2014 saya sudah pernah ke sana." Aslinya di balik layar Kak Rayyan bilang, "Aku udah pernah ke White Desert. Dulu harganya masih seribu pound-an, dan aku belum nikah. Kalau sekarang tekor lah."
Usai syuting, Fatih kembali menawariku untuk membawakan ransel.
"Nggak usah, Tih. Aku bisa sendiri." Aku segera berlari menghampiri Sara. Aku masih kecewa dengan jawabannya semalam.
Selama perjalanan menuju Nasr City aku terlelap. Bahkan saat minibus berhenti untuk mengunjungi air terjun di tengah gurun pasir, aku tidak turun. Padahal aku mendengar Fatih memanggilku.
***
Rasanya aku sedikit lega di perjalanan ke White and Black Desert. Hanya ada anggota ASMM. Tidak ada orang Indonesia selain aku dan Kenzie, jadi aku tidak perlu mendengar desas-desus seperti acara meteor shower seminggu yang lalu. Ditambah Ruqa turut hadir! Dia berencana akan menceritakan acara lamarannya selama di perjalanan.
Dari Masjid Mostafa Mahmoud kami menaiki bus. Setiba kami di perbatasan antara pemukiman dengan gurun pasir, kami istirahat sejenak untuk berganti kendaraan dengan mobil jeep.
Kenzie duduk di sebelah kanan sopir. Aku dan Ruqa duduk di tengah. Sara bersama perempuan Mesir bernama May duduk di belakang. Aku rasa Kenzie itu memiliki baterai tahan banting, dia tidak berhenti mengoceh selama di perjalanan. Entah itu mengoceh di depan kamera sambil menyorot pemandangan padang pasir, menyapa sopir dan kami semua yang duduk di belakang. Dia bahkan membuat vlog untuk akun YouTube-nya juga. Padahal perjalanan dari Kairo ke White Desert—letaknya di western desert—itu sekitar lima jam.
Mungkin ada sekitar sepuluh mobil jeep berkonvoi bersama membelah gurun pasir. Dan sesampai kami di Agabat Valley, waw, aku takjub dengan pemandangan sekitar. Hamparan gurun pasir dengan kilauan emas pasir yang diterpa sinar matahari dan di atasnya ada serpihan putih mirip dengan salju. Di sekitarnya banyak bukit-bukit kecil dari batu berwarna kuning emas.