Sepekan dari trip ke White Desert, aku, Kenzie, dan Fatih mengadakan rapat di apartemen Aila dan Rifqi. Kebetulan Fatih baru saja ada acara di Distrik Sepuluh.
"Oh iya, kita rencananya kan mau syuting tambahan juga. Jadi di akhir video film tentang film voice of the oppressed kita bakal nampilin orang-orang yang megang kunci. Itu simbol orang-orang Palestina yang meminta haknya untuk kembali ke tanah air mereka. Aku udah beli kunci di salah satu toko vintage, di Zamalek. Terus setelah itu akan ditampilin tulisan 'Free Palestine' 'Ceasefire Now' di akhir video bersama gambar bendera Palestina," terangku. Aku memperlihatkan kunci setinggi jari tengah dengan warna rustic brown.
"Kapan kamu beli? Kok nggak bilang-bilang ke Zamalek? Kan bisa aku anterin,” ujar Kenzie.
"Aku pergi sama Ruqa. Ngapain dianterin? Aku bukan mahasiswa baru. Ruqa udah aku ambil gambarnya sambil megang kunci ini waktu di Zamalek."
"Wah, boleh tuh! Mumpung lagi cantik karena mau pergi," seru Aila.
"Tapi aku lagi kusut gini. Soalnya dari pagi udah keluar," kata Fatih.
"Nggak masalah. Masih ganteng kok. Bisa cuci muka atau sisiran, pinjam sama Rifqi." Aku mengacungkan jempol.
Lantas aku baru sadar dengan perkataanku saat Aila dan Rifqi terbelalak sambil menganga. Sedangkan Fatih buru-buru masuk ke kamar mandi yang berada di samping dapur.
"Jadi kalau aku ganteng juga nggak?" Kenzie menyibakkan rambut lurusnya ke belakang.