JEJAK SEMU : Sang Pembuat Jejak

putranaya
Chapter #3

Jejak Kedua : Ray dan Raja Halilintar

Puncak bukit tanah berundak tepat diatas perguruan kapak naga tempat yang biasa Ray datangi untuk berlatih mengasa kelebihan yang ia miliki.

“bzzzzt…” tiap langkahnya yang cepat mengeluarkan suara listrik, Ray melontarkan pukulan dan tendangannya. Sesekali ia pun memusatkan tendangannya ke atas , ia seperti melayang di udara, namun sesaat setelah ia menembus awan. Ia langsung merubah arah tendangannya ke bawah hingga membentuk kilatan halilintar yang besar “jleeegeer…!

“setiap berlatih tendangan halilintar selalu saja muncul sosok besar di atas awan, apa aku selalu berhalusinasi saat berada di ketinggian” gumam Ray.

Tiba-tiba ia mengeram kesakitan “aaaarrrgh….. kenapa kakiku terasa sakit sekali” baru pertama kali ini ray merasakan kesakitan pada kakinya “aku tak merasakannya saat tendanganku menyentuh tanah”. Dengan mata yang  sedikit terpejam ia melihat sosok besar mendekatinya, ia pun lari dengan menahan rasa sakit di kakinya.

Suara dentuman keras terdengar. Ray menoleh kearahnya tepat di arah sosok besar yang mengejarnya, namun sesaat setelah suara dentuman terdengar sosok itu hilang. Ray mencoba berdiri, melihat ada kepulan asap tebal di tengah hutan, Ray pun memutuskan untuk menuju ketempat suara berasal. Perlahan ia berjalan dan merasakan rasa sakit dikakinya perlahan menghilang, setelah benar-benar kakinya pulih Ray langsung berlari “bzzzzt….” Langkah cepatnya menghantarkannya kesana.

Ketika ia akan memasuki kawasan hutan, langkahnya terhenti. Ia melihat sosok yang tak asing berada disana, sesosok yang tengah melayang-layang kegirangan. “kenapa anak itu selalu saja berada di depanku?” Ray berbicara dalam hati sambil meremas jari-jarinya yang membentuk kepalan. “ia membawa pedang dan ia terbang, apa ia masih belum menunjukan kekuatan aslinya padaku?” Ray kesal.

Ia memutar arahnya menuju kembali ke bukit tempat ia berlatih, di tengah perjalanan ia bertemu dengan Azzka, adik sepupunya yang masih berumur 12 tahun. “kak ray, besok antarkan aku ke tempat pameran di kota ya?” Azzka berharap. “jam berapa kau mau kesana?” Ray mencoba memastikan. “setelah matahari terbenam bagaimana?” Azzka berbicara penuh harap, “baiklah tunggu aku seusai latihan ya” ray menyanggupi permintaan Azzka. “siap kak” dengan senangnya Azzka mendengar ucapan Ray. “aku pergi dulu” belum sempat azzka menjawab saat ia melihat sekeliling tempatnya berdiri, Ray sudah tidak ada disana.

Ray kembali ke bukit tanah berundak, dia masih memikirkan benda yang dipegang oleh Daniel saat itu, sambil memfokuskan pandangannya pada gunung Aussetzung. Tiba-tiba ia menjerit kesakitan, kakinya memancarkan sinar, seketika itu turun hujan lebat di sertai kilatan-kilatan petir menyambar. Sosok besar itu menghampiri Ray lagi. “siapa kau?” sambil menahan nyeri pada kakinya.

Bayangan itu semakin mendekati Ray. Ray berusaha kabur namun apa daya ia hanya mampu merangkak menjauh dari sana tapi bayangan tersebut berhasil menangkap kaki Ray, kaki yang sedang nyeri itu semakin menjadi rasa sakitnya ketika bayangan itu mencoba mengambil sesuatu yang ada pada kaki Ray. Pengelihatannya mulai kabur dan ia pun mulai pingsan.

-alam bawah sadar Ray-

“aku merasa lebih ringan” ray mulai sadar, seketika suara besar menimpali ucapannya “selama 10 tahun kau bisa menahan serpihan tombak halilintar di kakimu, bahkan kau merubahnya menjadi kelebihanmu? Tak ku sangka sudah berabad-abad aku berpisah dengan tuanku ternyata aku menemukan lagi seseorang yang hebat sepertinya”

“siapa kau?” Ray mulai waspada, ia melihat sekeliling dan hanya ruangan gelap saja yang terlihat. “saat ini kau berada didalam alam bawah sadarmu. Santai saja, aku kemari hanya memastikan pewaris Aora ini adalah orang yang tepat”. Ray mengerenyitkan dahinya “Aora? Apa kau tahu benda apa yang tadi jatuh ke tengah hutan itu?”

“hahahaha…. Maksudmu 3 burung lucu itu? Mereka Aro sepertiku penghuni Aora. Bentuk mereka adalah sebuah pedang dengan 3 mata” Ray menyela perkataan bayangan itu “jadi aora itu sejenis pusaka? Tadi kau menyebutkan tombak halilintar, sedangkan kau tak membawa apapun?”

“hahahaha…. Aku lah tombak itu, aku mencari serpihan-serpihan tubuhku agar aku bisa meminjamkan kekuatanku pada orang yang terpilih, dan itu kau.”

“bagaimana bisa itu adalah aku? Sedangkan aku memiliki kekuatan ini dari serpihan tubuhmu”.

“hahahahahaha…. Kau lucu sekali, banyak manusia yang hanya melihat kilatan cahayaku langsung terbakar hidup-hidup. Tapi kau berbeda, kau sungguh luar biasa.” Mengarahkan tangannya pada kening Ray. “lihatlah aku dengan mata kepalamu sendiri”

Ray terbangun dari tidurnya, ia sudah tak merasakan lagi nyeri pada kakinya. Yang ia rasakan kini ada sesuatu yang baru dalam dirinya. Ia menggerakan kakinya sekejap dia sudah berpindah tempat sejauh 5 meter.

Dari arah gunung Aussetzung menyala cahaya terang dari sekelebatan kilat yang menyambar-nyambar, kakinya tanpa sadar menghantarkannya menuju ke puncak gunung Aussetzung.

“lihat, kau tidak mati terbakar saat melihat cahayaku. Malah kau mendekati tempat ini” tertawalah bayangan itu .

“dari tadi kau belum menunjukan dirimu, siapa dirimu sebenarnya?” Ray mencari tahu sosok bayangan tersebut.

“aku sudah katakana padamu, aku adalah aro yang bersemayam dalam aora tombak halilintar” sambil menampakan wujudnya “salam kenal, aku adalah Raja Halilintar. Panggil aku Blitz” sesosok naga dengan ekor panjang dengan sisik berwarna emas muncul di hadapan Ray.

“aku tak percaya naga itu benar-benar ada” masih takjub dengan apa yang dilihatnya. “jadi namamu siapa?” Blitz bertanya kembali pada Ray. Dengan lugas Ray menjawab “aku Ray”.

Lihat selengkapnya