Jejak tak berujung

Muhammad Fadhel
Chapter #1

Jejak tak berujung

JEJAK TAK BERUJUNG

Oleh: Muhammad Fadhel Al Anshari


Bab 1: Musim Hujan Terakhir


Hujan turun tanpa jeda sejak malam tadi, membasahi setiap sudut kota Metra yang sudah lama kehilangan cahayanya. Jalanan licin, lampu-lampu neon berkedip lemah di balik tirai air, seolah kota ini sendiri pun lelah untuk hidup. Detektif Arga Prasetya berdiri di bawah payung hitam, menatap tubuh tak bernyawa yang tergeletak di lorong sempit belakang diskotik tua.


Korban keempat dalam tiga bulan terakhir. Dan semua jejak selalu berhenti di tempat yang sama: tak berujung.


"Dia meninggalkan tanda lagi, Pak," ujar Reno, anak baru dari forensik, menunjuk ke dinding bata yang dipenuhi lumut. Arga mendekat, matanya menyipit menembus hujan. Di sana, tergores dengan darah yang hampir pudar, simbol yang sudah mulai menghantuinya dalam mimpi—lingkaran tak sempurna dengan garis miring yang melintang di tengah.


"Sama seperti yang dulu..." bisik Arga, lebih kepada dirinya sendiri.


Tiga tahun lalu, pembunuh yang dijuluki media sebagai Bayangan Hitam menebar teror yang sama. Pola pembunuhan brutal, tubuh-tubuh ditinggalkan di tempat gelap, dan simbol itu—selalu ada. Lalu, seperti kabut pagi yang menghilang, si pembunuh lenyap begitu saja. Tak ada jejak. Tak ada tersangka. Dan luka di hati Arga yang ditinggalkan belum pernah sembuh.


Karena korban terakhir tiga tahun lalu... adalah istrinya sendiri.


"Pak Arga, kita temukan sesuatu," suara Reno memecah lamunannya. Arga menghela napas panjang dan menunduk ke arah tas kecil yang diangkat Reno. Di dalamnya, ada sebuah kartu pos usang, basah oleh hujan. Dengan hati-hati, Reno membukanya dengan sarung tangan karet.


Tulisan tangan yang kasar, seolah ditulis dengan tergesa:

"Jejakmu tak akan pernah sampai. Aku selalu di depanmu."


Arga merasakan dingin merayap ke tulang sumsum. Bukan karena hujan, tapi karena kata-kata itu menghidupkan kembali luka yang selama ini ia kubur dalam-dalam.


"Panggil semua tim. Kita periksa setiap kamera di radius dua kilometer," perintahnya tegas. "Aku tidak peduli kalau orang itu seperti hantu. Kali ini, aku akan temukan dia."


Di dalam hati, Arga tahu ini bukan hanya tentang kasus. Ini adalah perang pribadi. Dan dalam perang ini, tidak akan ada kata damai.


Sementara itu, jauh di sisi lain kota, di sebuah ruangan sempit yang hanya diterangi satu lampu redup, seseorang menatap layar komputer tua. Dia melihat wajah Arga yang muncul di berita malam—basah oleh hujan, mata tajam, rahang mengeras.


Lihat selengkapnya