Angin menusuk di dasar kawah itu tak mampu mengalihkan perhatian Arga dan Elara dari struktur besar di hadapan mereka. Batu hitam yang memantulkan cahaya aneh seolah memiliki nyawa, memikat mereka untuk mendekat lebih jauh. Kata-kata yang bergema di kepala Arga tadi membuat hatinya berpacu.
"Kami telah menunggumu."
"Apa maksudnya itu?" Elara bertanya, menatap Arga dengan sorot mata penuh tanda tanya. "Siapa yang berbicara padamu?"
Arga menggeleng pelan. "Aku tidak tahu... Tapi rasanya aku harus ada di sini. Seperti... aku bagian dari ini semua."
Elara memperhatikan wajah Arga dengan serius, mencoba mencari tahu apakah temannya itu mulai kehilangan kewarasannya. Namun, ada sesuatu dalam tatapan Arga—campuran keyakinan dan keraguan—yang membuatnya memilih untuk tidak memprotes.
"Ayo kita periksa lebih dekat," ucap Elara, suaranya tegas meskipun ada keraguan di dalam dirinya.
Mereka melangkah hati-hati melewati salju yang tebal, mendekati struktur itu. Saat semakin dekat, Arga menyadari detail-detail aneh di permukaan batu. Ada ukiran-ukiran yang mirip dengan simbol di peta bercahaya tadi. Lingkaran besar dengan garis-garis melintang, diapit oleh pola yang terlihat seperti bahasa kuno.
Ketika tangannya menyentuh batu itu untuk kedua kalinya, sesuatu yang luar biasa terjadi. Seluruh struktur bergetar pelan, dan ukiran-ukiran di permukaannya mulai bercahaya, menyala seperti bintang di tengah kegelapan.
"Arga! Apa yang kau lakukan?" Elara memanggil, namun suaranya teredam oleh suara rendah yang muncul dari dalam struktur.
Dari celah di tengah batu itu, cahaya kebiruan muncul, membentuk pola spiral yang melayang di udara. Pola itu berputar pelan sebelum akhirnya meluas, membentuk semacam pintu bercahaya.
"Ini seperti portal," gumam Elara dengan mata terbelalak. "Tapi ke mana itu mengarah?"
Arga menatap pintu bercahaya itu dengan campuran rasa takut dan penasaran. Ada sesuatu dalam dirinya yang mendorongnya untuk melangkah masuk, meskipun ia tahu risikonya mungkin tidak bisa diukur.
"Aku rasa ini adalah jawabannya," kata Arga dengan suara penuh keyakinan.
"Tunggu!" Elara menarik lengannya. "Kau bahkan tidak tahu apa yang ada di sana! Bagaimana jika ini jebakan? Bagaimana jika kau tidak bisa kembali?"
Arga menatap Elara, melihat kekhawatiran di wajah temannya. Namun, ia juga tahu bahwa jika ia mundur sekarang, ia mungkin akan menyesal seumur hidup.
"Elara," katanya lembut, "selama hidupku, aku selalu ragu. Tapi kali ini... aku merasa ini adalah jalanku. Jika aku tidak masuk, aku akan kehilangan satu-satunya kesempatan untuk menemukan siapa diriku sebenarnya."