Langit yang semula berwarna merah darah kini berangsur-angsur meredup, menyisakan warna kelabu yang suram di atas puncak-puncak gunung es yang menjulang tinggi. Salju yang jatuh perlahan, seperti hiasan dari dunia yang sudah terbalik, menutupi tanah yang sebelumnya porak-poranda akibat pertempuran sengit antara Arga, Elara, dan makhluk raksasa dari es. Udara terasa dingin, lebih dari sebelumnya, seolah alam itu sendiri sedang bernafas dalam ketegangan yang masih menyelimuti dunia.
Arga menatap bola kristal yang kini tampak rapuh di tangannya. Energi yang sebelumnya menyala terang kini hanya menyisakan cahaya yang memudar, seperti nyala api yang hampir padam. Namun, dia tahu, walaupun kekuatannya berkurang, bola kristal itu masih menyimpan misteri yang jauh lebih besar dari yang bisa mereka bayangkan. Sebuah potensi yang bisa mengubah nasib dunia.
Elara berdiri di sampingnya, matanya menatap ke kejauhan, menyelami pikiran-pikiran yang berkecamuk dalam benaknya. Kemenangan atas makhluk es yang mengerikan itu tidak memberikan rasa lega yang mereka harapkan. Justru, ada kekosongan yang mencekam hati mereka. Apa yang telah mereka lakukan? Benarkah mereka sudah memilih jalan yang benar? Apakah dunia ini benar-benar siap untuk menerima kekuatan yang baru mereka bangkitkan?
"Arga," suara Elara terdengar lirih, seolah terhanyut dalam kesunyian yang mendalam. "Apa yang akan kita lakukan sekarang?"
Arga menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan pikirannya yang gelisah. "Aku tidak tahu, Elara. Kita baru saja mengalahkan satu ancaman besar, tapi kita tahu itu bukan akhir dari segalanya. Energi yang kita bangkitkan, kekuatan yang ada di tangan kita, itu... itu lebih dari yang kita bayangkan."
Elara mengangguk pelan. "Aku takut, Arga. Apa yang terjadi jika ada orang yang salah menggunakan kekuatan ini? Apa yang terjadi jika kita gagal menjaga keseimbangan dunia?"
Sebelum Arga bisa menjawab, bola kristal di tangannya mulai bergetar. Cahayanya yang memudar perlahan kembali menyala, meski tak secerah sebelumnya. Ada getaran aneh yang terasa, seperti sesuatu yang ingin keluar, sesuatu yang tersembunyi jauh di dalam bola itu. Arga merasakan kekuatan yang terpendam di dalamnya. Kekhawatiran Elara bukanlah tanpa dasar.
"Ini belum berakhir," kata Arga dengan suara penuh tekad. "Tapi kita harus berhati-hati. Jika kita tidak bisa mengendalikan energi ini, maka kita akan membuka jalan bagi kehancuran."
Elara menatap bola kristal itu, merasa sebuah kekuatan yang begitu besar tapi juga begitu berbahaya sedang bangkit. "Apa yang akan kita lakukan, Arga? Dunia ini sudah terluka. Apakah kita benar-benar bisa memperbaikinya?"
Arga mendekatkan bola kristal ke dadanya, merasa detak jantungnya seiring dengan getaran bola itu. "Ada satu cara untuk mengakhiri semuanya. Tapi itu bukan tanpa resiko. Kita harus kembali ke tempat pertama kali kita menemukan bola kristal ini, tempat di mana semua dimulai. Di sana, kita bisa menemukan jawabannya."