Jejak Umbu di Tanah Bertuah

Sika Indry
Chapter #2

Equestrian Land

Reo menenteng quiver—tas anak panah, horsebow[1], dan perlengkapan panahan lainnya melewati ruang tengah. Dia meletakkannya di atas sofa dan mampir mengambil air minum ke dapur sebelum membawa perlengkapannya menuju mobil yang telah disiapkan Pak Hutar di halaman rumah.

Reo meneguk air putih dan sesaat terdiam menatap jendela dengan ram yang teranyam artistik. Pikirannya berpetualang ke banyak hal. Tentang sesuatu di kepalanya yang terasa sangat aneh. Dia merasa ada yang salah dengan kepalanya atau mungkin tubuhnya, bisa juga dirinya yang bermasalah. Akan tetapi, sudah banyak dokter ahli dan orang pintar yang dia datangi. Semuanya mengatakan dirinya baik-baik saja. Padahal, hampir setiap malam, dia dihantui mimpi buram yang sama dan membuatnya merasa gila sendiri karena tidak juga mendapatkan jawabannya. Mimpi buram itu tidak hanya mengganggunya dalam tidur, tetapi juga saat dia melakukan aktivitas sehari-hari. Reo kerap terganggu dengan kilasan bayangan buram di kepalanya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Laki-laki berusia dua puluh empat tahun itu mengabaikan mimpi buramnya dan kembali ke ruang tengah. Saat dia mengemas tas perlengkapan panahan, Nakula terburu menuruni anak tangga. Aktor yang sedang membawakan sebuah acara petualangan itu sibuk mengenakan rompi.

“Re-Re, tunggu!” cegah Nakula membuat Reo berhenti menunggu kedatangan abangnya.

Atlet panahan berkuda itu mengamati penampilan kakaknya yang lain dari biasanya. Aktor berusia hampir kepala empat itu mengenakan bot, rompi kulit, dan topi koboi.

“Abang ngapain pakai kostum kayak koboi? Mau syuting? Perasaan Abang enggak punya film berkarakter koboi, deh,” heran Reo dengan perilaku abangnya pagi ini.

“Kamu mau latihan ke Equestrian Land kan?” Bukannya menjawab Nakula malah balik bertanya.

Reo mengangguk dengan dahi berkerut.

“Abang ikut, ya?” pinta Nakula bersemangat.

“Ikut Reo latihan ke EL? Tumben?”

Nakula tertawa kecil. “Abang mau latihan berkuda, buat persiapan syuting petualangan ke Sumba,” akunya.

“Bukannya masih lama berangkatnya?”

“Ya, makanya itu Abang latihan dari sekarang. Emang bisa sekali latihan langsung mahir? Kan butuh beberapa kali. Biar nanti aktingnya meyakinkan gitu kalau Abang beneran bisa berkuda.”

Reo tersenyum lebar. Dia tahu betul watak Nakula yang selalu berusaha melakukan segala sesuatu dengan sungguh. Sudah tidak terhitung, berapa banyak pelatihan yang Nakula ikuti untuk keperluan peran dalam syuting.

“Ya, tapi sepatunya enggak perlu dipakai dari rumah juga, Bang.” Reo kembali mengamati penampilan abangnya dan menggeleng-geleng. “Terus ini penampilan apaan coba?”

Nakula langsung menjatuhkan pandangannya ke bawah, kemudian ditarik ke atas. Memindai setiap bagian penampilannya. “Gitu, ya? Ya udah, Abang ganti kostum dulu!” Aktor yang memiliki wajah awet muda itu bergegas naik kembali ke kamarnya.

Reo hanya geleng-geleng. “Aku tunggu di mobil, Bang!” teriaknya sambil berlalu. Pak Hutar sudah terlalu lama menunggu.

“Berangkat sekarang, Den?” Pak Hutar tergopoh membantu Reo memasukkan perlengkapan latihannya ke dalam mobil.

“Nunggu Bang Nakula bentar ya, Pak. Mau ikut katanya.”

“Oh, iya-iya, Den.”

Tidak lama kemudian, Nakula sudah muncul dengan penampilan barunya yang lebih kasual dan enak dilihat.

“Berangkat!” seru Nakula bersemangat dan mendahului masuk mobil.

ԉ

Kuda-kuda meringkik di dalam kandang yang berjajar rapi di salah satu sudut Equestrian Land. Para pekerja sibuk dengan kegiatan masing-masing. Membersihkan kandang, memandikan kuda, memberikan vitamin, dan yang lainnya. Masing-masing bertanggung jawab sesuai pembagian. Ada pula yang sedang menyiapkan kuda milik pelanggan yang datang secara rutin.

Setiap hari, tempat peternakan dan pelatihan berkuda itu tidak pernah sepi pengunjung. Baik dari kalangan masyarakat awam sampai kalangan atlet profesional. Mereka yang datang untuk sekadar mencari hiburan sampai berlatih untuk kejuaraan profesional.

Para pekerja di Equestrian Land hampir seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Akan tetapi, di antara para laki-laki yang tampak sibuk ada seorang perempuan yang tidak kalah cekatan merawat kuda-kuda tangguh itu. Merawat kuda bukanlah pekerjaan sederhana. Tidak semua orang mampu melakukannya. Butuh nyali dan keberanian untuk menghadapi hewan tangguh. Resiko bekerja dengan kuda bisa celaka. Terlebih jika tidak mampu mengendalikannya.

Lihat selengkapnya